Mengenal Alkaptonuria, Penyakit Langka yang Membuat Urine Berwarna Hitam
Salah satu kelainan genetik yang sulit dicegah adalah alkaptonuria.
Menurut data dari National Institutes of Health (NIH), alkaptonuria memengaruhi sekitar 1 dari 250.000 hingga 1 juta orang di seluruh dunia.
Kelainan genetik langka ini lebih umum terjadi di Slovakia dan Republik Dominika, yaitu sekitar 1 dari 19.000 orang.
Meski begitu, kasus kondisi medis ini juga telah dilaporkan pada berbagai kelompok etnis.
Yuk, kita ketahui lebih lanjut mengenai alkaptonuria di bawah ini Moms!
Baca Juga: Cek Kalori Bubur Ayam dan Kandungan Gizinya serta Manfaat Mengonsumsinya Sebagai Menu Sarapan
Apa Itu Alkaptonuria?
Foto Ilustrasi Alkaptonuria (Orami Photo Stock)
Melansir Journal of Rare Diseases, alkaptonuria adalah kelainan bawaan langka yang terjadi ketika tubuh tidak bisa menghasilkan cukup enzim homogentisic dioxygenase (HGD).
Enzim homogentisic dioxygenase ini dikenal dengan sebutan Enzim HGD.
Enzim HGD mempunya fungsi dalam tubuh sebagai pemecah asam homogentisat yang merupakan zat beracun.
Ketika tubuh tidak mampu memproduksi enzim HGD sesuai jumlah yang dibutuhkan oleh tubuh, maka otomatis zat beracun dalam tubuh tidak akan terpecah sempurna dan terbentuk serta tersimpan dalam tubuh si penderitanya.
Bila seseorang sudah terjangkit kelainan satu ini, sebaiknya orang tersebut harus pergi ke dokter secepatnya untuk berkonsultasi dan mendapatkan pengobatan.
Bila dibiarkan, asam homogenetis yang terdapat dan tertumpuk dalam tubuh baik di bagian tulang rawan maupun tulang lainnya.
Dengan begitu membuat tubuh mengalami perubahan warna menjadi lebih gelap terutama pada air urine yang menggelap dan beberapa anggota tubuh lainnya.
Beberapa anggota atau bagian tubuh yang berubah menjadi lebih gelap ini menandakan bahwa tingkat kerapuhan tubuh semakin bertambah.
Kelainan bawaan yang langka ini memang kebanyakan terjadi hanya pada beberapa atau segelintir orang di dunia ini yang mempunyai faktor genetika atau riwayat keturunan dari orang tuanya atau dari kakek neneknya yang juga mengidap kelainan langka ini.
Umumnya, para penderita yang mengidap kelainan alkaptonuria baru akan menyadari mereka mengidap kelainan langka ini saat usia mereka sudah sekitar umur 20 hingga 30 tahunan.
Ini diakibatkan karena proses terjadinya penumpukan asam homogentisat tidaklah terjadi dalam kurun waktu 1-2 hari saja atau dalam kurun waktu mingguan atau bulanan, melainkan penumpukan ini terjadi dalam jangka waktu tahunan.
Ini lah yang akan mengakibatkan secara perlahan warna beberapa anggota tubuh seperti tulang rawan, kuku, tulang tendon, telinga dan anggota tubuh lainnya menjadi lebih gelap.
Kelainan alkaptonuria ternyata juga bisa ditemukan pada mereka yang masih berusia sangat kecil atau masih bayi.
Baca Juga: Mau Rambut Sehat? Ini 7+ Rekomendasi Minyak Rambut Pria yang Dads Wajib Coba!
Gejala Alkaptonuria
Foto Urine Gelap (istockphoto.com)
Gejala alkaptonuria menjadi semakin jelas ketika seseorang beranjak dewasa.
Gejala alkaptonuria yang paling jelas adalah urine yang berubah warna menjadi cokelat gelap atau hitam saat terpapar udara.
Pada saat mencapai usia 20-an atau 30-an, Moms bisa memerhatikan adanya tanda-tanda kemunculan dini dari osteoarthritis.
Tanda-tanda dan gejala umum lainnya dari kondisi langka ini, meliputi:
- Bintik-bintik di sclera (putih) mata
- Tulang rawan yang menebal dan menggelap di telinga
- Kulit berubah warna menjadi bintik-bintik biru, terutama di sekitar kelenjar keringat
- Keringat atau noda keringat berwarna gelap
- Kotoran telinga berwarna hitam
- Batu ginjal dan batu prostat
- Arthritis atau nyeri sendi (terutama di pinggang dan sendi lutut).
Alkaptonuria terkadang bisa menyebabkan gangguan jantung.
Penumpukan asam homogentisat membuat katup jantung mengeras sehingga menyebabkan gangguan katup aorta dan mitral.
Baca Juga: 8 Rekomendasi Tempat Romantis di Bandung dengan Pemandangan Menakjubkan
Penyebab Alkaptonuria
Foto Tangan Anak dan Ibu (Orami Photo Stock)
Sebuah penelitian European Journal of Human Genetics, menunjukkan bahwa alkaptonuria disebabkan oleh mutasi gen homogentisate 1,2-dioxygenase (HGD).
HGD memberi instruksi untuk membuat (encoding) enzim homogentisate 1,2-dioxygenase.
Enzim ini diperlukan untuk memecahkan asam homogentisic.
Mutasi HGD hasil gen dalam tingkat kekurangan fungsional homogentisate 1,2-dioxygenase pada gilirannya bisa mengakibatkan kelebihan tingkat asam homogentisic.
Meski bisa dengan cepat dibersihkan dari tubuh oleh ginjal, tetapi asam homogentisic secara perlahan bisa terakumulasi di berbagai jaringan tubuh, terutama di jaringan ikat seperti tulang rawan.
Seiring waktu, (jarang terjadi sebelum dewasa) akhirnya mengubah warna jaringan yang terkena menjadi biru atau hitam.
Akumulasi asam homogentisic kronis dan jangka panjang akhirnya akan melemahkan dan merusak jaringan yang terkena, sehingga menyebabkan banyak gejala khas alkaptonuria.
Alkaptonuria diturunkan sebagai sifat resesif autonom.
Gangguan genetik resesif terjadi saat seseorang mewarisi gen abnormal yang sama untuk sifat yang sama dari kedua orang tuanya.
Jika seseorang hanya menerima satu gen normal dan satu gen dari penyakit tersebut, ia hanya akan menjadi pembawa penyakit (carrier), dan biasanya tidak menunjukkan gejala.
Risiko bagi dua orang tua carrier untuk meneruskan gen yang rusak pada anaknya yaitu 25 persen pada setiap kehamilan.
Sementara itu, risiko memiliki anak yang menjadi carrier yaitu 50 persen pada setiap kehamilan.
Kesempatan seorang untuk menerima gen normal dari kedua orang tuanya dan menjadi normal secara genetik untuk sifat tertentu yaitu 25 persen.
Pada dasarnya, lelaki dan perempuan memiliki risiko yang sama.
Baca Juga: 7 Makanan yang Mengandung Vitamin D, Ada Salmon, Telur, Jamur, dan Lainnya
Cara Mengatasi Alkaptonuria
Foto Olahraga (Orami Photo Stock)
Hingga saat ini belum ada pengobatan atau terapi yang bisa mengobati alkaptonuria.
Pengobatan yang dilakukan berfungsi untuk mengurangi gejala dan menurunkan risiko perburukan penyakit, di antaranya:
1. Nitisinone
Obat ini merupakan obat potensial pertama yang telah diteliti mampu mengobati penyakit ini.
Hal tersebut karena nitisinone dapat mengurangi kadar homogentisic acid (HGA).
Hingga saat ini, nitisinone masih merupakan pengobatan eksperimental (masih dalam pengujian).
Namun, penelitian mengenai efektivitasnya sejauh ini memiliki hasil yang cukup menjanjikan.
2. Penggantian Sendi
Alkaptonuria menyebabkan kerusakan yang cukup parah pada sendi.
Oleh karena itu, penggantian sendi merupakan upaya pengobatan yang sering dilakukan pada penderita penyakit ini.
Prosedur ini dapat membantu meredakan rasa nyeri dan meningkatkan mobilitas sehingga pasien bisa beraktivitas dengan lebih baik.
3. Diet
Metode ini dapat memperlambat perkembangan gejala yang timbul apabila alkaptonuria telah terdeteksi sejak masa kanak-kanak.
Mengenai hal ini, sebaiknya Moms berkonsultasi lebih lanjut dengan dokter atau ahli gizi.
Baca Juga: 16 Gerakan Peregangan Seluruh Tubuh, Mulai dari Leher hingga Jari Kaki
4. Olahraga
Alkaptonuria dapat menyebabkan rasa nyeri serta rasa kaku.
Akan tetapi, olahraga secara perlahan-lahan dan rutin justru dapat membantu menguatkan sendi, membentuk otot, meredakan stres, dan memperbaiki postur tubuh.
5. Obat Pereda Rasa Sakit
Obat-obatan pereda rasa sakit juga dapat diberikan untuk mengatasi gejala yang timbul akibat alkaptonuria.
6. Dukungan Emosional
Alkaptonuria merupakan penyakit langka yang akan diderita seumur hidup.
Hal tersebut dapat menyebabkan penderita menjadi gelisah maupun depresi.
Oleh karena itu, dukungan emosional yang baik diperlukan untuk mengatasi hal-hal tersebut.
Dukungan tersebut dapat diperoleh melalui konsultasi secara terbuka dengan dokter yang merawat.
Dukungan juga dapat diperoleh melalui berbicara dengan keluarga, teman, maupun perawat yang membantu merawat.
Baca Juga: Mengenal Jerawat Kistik atau Jerawat Batu, Pahami Ciri, Penyebab, dan Cara Menghilangkannya
Cara Mencegah Alkaptonuria
Foto CT Scan (Orami Photo Stock)
Konseling genetik direkomendasikan untuk seseorang yang memiliki riwayat keluarga dengan kondisi ini, terutama bagi Moms yang berencana untuk memiliki anak.
Tes darah dapat dilakukan untuk melihat apakah Moms membawa gen yang meningkatkan risiko kondisi ini.
Tes prenatal (amniosentesis) dapat dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya kelainan pada janin.
Pemeriksaan ini bisa dilakukan setelah pemeriksaan USG kehamilan dicurigai adanya kelainan.
Perlu diketahui, beberapa komplikasi di atas sebenarnya dapat dicegah dengan pemeriksaan rutin.
Tes yang diperlukan untuk memantau kemajuan kondisi, antara lain:
- Sinar-X tulang belakang untuk memeriksa degenerasi diskus dan kalsifikasi di tulang belakang lumbar.
- Rontgen dada untuk memantau katup jantung aorta dan mitral.
- CT scan untuk menemukan tanda-tanda penyakit arteri koroner.
Baca Juga: Mengenal Spironolactone, Obat untuk Penurun Darah Tinggi
Itu dia Moms penjelasan seputar alkaptonuria, yang bisa menyebabkan urine dan keringat berwarna gelap. Segera periksa ke dokter jika Moms atau keluarga mengalami gejala di atas ya!
- https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6777518/
- https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3978898/
- https://emedicine.medscape.com/article/941530-overview
- https://www.healthline.com/health/alkaptonuria#outlook6
- https://www.epainassist.com/genetic-disorders/alkaptonuria
Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.
Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan
Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.