Regurgitasi, Ketika Isi Lambung Naik ke Kerongkongan
Moms, pernah mendengar tentang regurgitasi? Jika masih asing di telinga, ada baiknya Moms menyimak ulasan berikut ini.
Regurgitasi terjadi ketika makanan, cairan, atau asam lambung naik kembali dan masuk ke mulut.
Regurgitasi dapat terjadi pada orang dewasa hingga anak-anak dengan berbagai penyebab yang berbeda-beda.
Saat mengalami regurgitasi, tidak ada mual dan tidak ada sakit perut atau kram yang terjadi.
Seseorang yang mengalaminya bukan tidak menyadarinya sampai Moms merasakan atau mencicipinya di mulut.
Apa yang muncul kembali dapat mencakup makanan dan minuman yang tidak tercerna bersama dengan asam lambung dan cairan kekuningan-kehijauan yang disebut empedu.
Lantas, apa saja penyebab regurgitasi dan bagaimana cara mengatasinya?
Baca Juga: Mengenal Varises, dari Gejala hingga Pencegahannya
Penyebab Regurgitasi
Ada beberapa kondisi yang menjadi penyebab terjadinya regurgitasi, di antaranya:
1. GERD
GERD (gastroesophageal reflux disease) atau penyakit refluks gastroesofageal menjadi penyebab umum terjadinya regurgitasi.
Kondisi ini terjadi ketika refluks asam terjadi selama beberapa kali per minggu.
Refluks asam dan GERD umumnya menyebabkan regurgitasi asam lambung atau makanan.
Refluks asam adalah suatu kondisi yang ditandai dengan refluks, mulas, dan bau mulut.
Pemicu umumnya, seperti makan dalam porsi terlalu banyak, mengonsumsi jenis makanan tertentu, atau berbaring setelah makan.
GERD adalah gangguan pencernaan yang memengaruhi sfingter esofagus bagian bawah (LES), cincin otot antara kerongkongan dan lambung.
GERD merupakan kembalinya atau naiknya isi lambung ke kerongkongan.
Ketika hal ini terjadi, LES sedang dalam kondisi lemah atau rileks secara tidak tepat, memungkinkan isi lambung mengalir ke kerongkongan.
Dalam kondisi normal, LES terbuka sehingga memungkinan makanan masuk ke perut dan menutup untuk mencegah makanan serta cairan asam lambung mengalir kembali ke kerongkongan.
Tingkat keparahan GERD tergantung pada disfungsi LES serta jenis dan jumlah cairan yang dikeluarkan dari lambung.
Dikutip dari National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases, ada beberapa tanda GERD yang perlu diwaspadai:
- Sensasi terbakar di dada atau tenggorokan
- Kesulitan menelan
- Kerusakan gigi
- Mual dan muntah
- Gangguan pernapasan
Baca Juga: 5 Cara Menerapkan Pola Asuh Positif pada Bayi agar Si Kecil Bahagia
2. Kehamilan atau Obesitas
Kehamilan atau obesitas juga dapat menjadi penyebab terjadinya regurgitasi.
Biasanya, sfingter (cincin otot) mencegah isi perut masuk ke dalam kerongkongan (tabung yang menghubungkan mulut dengan perut).
Dilansir dari American Pregnancy Association, selama kehamilan, hormon progesteron menyebabkan katup rileks, yang dapat meningkatkan frekuensi mulas.
Kondisi ini memungkinkan asam lambung masuk ke kerongkongan dan mengiritasi lapisannya.
Mulas dan gangguan pencernaan justru lebih sering terjadi selama trimester ketiga karena rahim yang tumbuh memberi tekanan pada usus dan lambung.
Tekanan pada perut juga dapat mendorong isi perut kembali ke kerongkongan.
Meskipun gejala GERD hampir sama dengan gejala maag, tetap ada perbedaan.
Di antaranya GERD ditandai dengan mual, kembung, cepat kenyang, muntah, rasa terbakar di bagian dada, kurang nafsu makan, diare, dan naiknya cairan lambung ke kerongkongan hingga mulut.
Ketika masa kehamilan trimester pertama, hormon yang mengalami perubahan membuat otot-otot kerongkongan serta pintu kerongkongan dan perut akan mengendur.
Kondisi ini kemudian menyebabkan asam lambung naik ke kerongkongan saat ibu hamil sedang berbaring.
Peningkatan tekanan di perut (dari kelebihan berat badan atau bayi yang sedang berkembang) memaksa makanan naik kembali melalui sfingter dan masuk ke mulut.
Makan atau minum terlalu banyak atau terlalu cepat dapat menyebabkan gejala semakin parah.
Konsumsi makanan atau minuman tertentu (seperti makanan pedas, gorengan, atau berminyak, atau alkohol atau minuman berkarbonasi), dan berbaring atau langsung tidur setelah makan serta minum dapat memperburuk gejala.
Perawatan termasuk makan dengan porsi lebih sedikit, lebih sering, menghindari makanan yang memicu gejala, tetap tegak setelah makan, dan tidak mengenakan pakaian yang terlalu ketat.
Usahakan berbaring menghadap kiri, gunakan bantal yang lebih tinggi agar asam lambung tidak naik ke kerongkongan.
3. Rumination Syndrome
Rumination syndrome atau sindrom ruminasi juga dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya regurgitasi.
Melansir dari Mayo Clinic, rumination syndrome adalah suatu kondisi di mana orang berulang kali dan tidak sengaja memuntahkan (memuntahkan) makanan yang tidak tercerna atau sebagian dicerna dari perut, mengunyahnya kembali, dan kemudian menelannya kembali atau meludahkannya.
Ada beberapa tanda rumination syndrome yang dapat diwaspadai, yaitu:
- Regurgitasi biasanya terjadi dalam 10 menit setelah makan.
- Sakit perut atau tekanan berkurang dengan regurgitasi.
- Perasaan kenyang.
- Bau mulut.
- Mual.
- Penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas.
Baca Juga: 12 Rekomendasi Sterilizer Botol Bayi Terbaik, Yuk Dipilih!
4. Bulimia
Bulimia juga dapat menyebabkan regurgitasi.
Bulimia adalah gangguan makan yang ditandai dengan makan berlebihan dan memuntahkan kembali makanan tersebut.
Seseorang yang mengidap bulimia biasanya melakukan perilaku kompensasi, seperti sering pergi ke kamar mandi setelah makan, yang ditandai dengan adanya bau muntah, pembungkus atau paket obat pencahar.
Bulimia adalah penyebab regurgitasi yang jauh lebih serius.
Mengutip dari National Institute of Mental Health, bulimia adalah gangguan makan paling umum di Amerika Serikat.
Gangguan makan ini lebih banyak diderita oleh perempuan.
Bulimia ditandai dengan makan dalam porsi yang berlebih dari kebanyakan orang dalam periode waktu yang berdekatan, misalnya selang waktu dua jam.
Pengidap bulimia juga tidak dapat mengendalikan nafsu makan.
Perasaan tidak bisa berhenti makan atau mengendalikan apa atau berapa banyak jumlah makanan yang dikonsumsi.
Bulimia perlu mendapatkan perawatan dari ahli profesional kesehatan.
5. Penyebab Regurgitasi pada Bayi dan Anak-anak
Bayi dan anak-anak ternyata juga rentan mengalami regurgitasi.
Ketika regurgitasi ini tidak disertai gejala lain, kondisi ini dikenal sebagai regurgitasi bayi fungsional.
Kondisi ini ditandai dengan regurgitasi yang sering terjadi lebih dari sekali per hari selama tahun pertama kehidupan.
Bayi dengan GERD juga dapat mengalami regurgitasi, meskipun tidak sesering orang dewasa.
Hal ini disebabkan bayi masih memiliki kerongkongan yang pendek.
Selain itu, bayi dengan rumination syndrome juga dapat mengalami regurgitasi.
Itulah beberapa penyebab terjadinya regurgitasi.
Kemudian, bagaimana cara mengatasi regurgitasi yang bisa dipahami? Simak ulasan berikutnya, ya!
Baca Juga: 14 Rekomendasi Buku Parenting, Bantu Orang Tua Mendidik Anak
Cara Mengatasi Regurgitasi
Cara mengatasi regurgitasi sebenarnya disesuaikan dengan penyebabnya masing-masing.
Bisa dilakukan dengan pengobatan yang tepat hingga perubahan gaya hidup, yaitu:
1. Mengonsumsi Obat-obatan Tertentu
Jika dokter sudah melakukan diagnosis dan menentukan penyebab terjadinya regurgitasi, kemungkinan ada beberapa obat yang akan diresepkan, seperti:
- Antasida, yang dapat meredakan gejala GERD ringan. Obat antasida berfungsi untuk menetralkan asam lambung. Biasanya antasida tersedia dalam bentuk cair atau tablet kunyah dan sangat mudah ditemukan di apotek.
- H2 blocker yang mampu mengurangi produksi asam lambung.
- Obat-obatan penghambat pompa proton (PPP). Obat PPP dapat menekan produksi asam lambung sekaligus mengobati dinding kerongkongan yang terluka karena asam yang naik. Contoh obat maag PPP adalah lansoprazole atau omeprazole.
Pada beberapa kondisi, dokter juga dapat meresepkan prokinetik dan antibiotik untuk meningkatkan pengosongan lambung dan mengurangi risiko regurgitasi.
Baca Juga: 9 Gangguan Pencernaan pada Anak dan Cara Mengatasinya
2. Perubahan Gaya Hidup
Perubahan gaya hidup juga diharapkan mampu mencegah regurgitasi kembali terjadi.
American Academy of Allergy, Asthma & Immunology merekomendasikan untuk melakukan perubahan gaya hidup berikut untuk mengurangi gejala GERD, seperti:
- Menjaga berat badan yang sehat.
- Menghentikan kebiasaan merokok.
- Hindari mengonsumsi minuman bersoda karena dapat memperparah gejala.
- Sebaiknya batasi pengonsumsi kafein dan alkohol.
- Makanlah dalam porsi kecil dan kunyah makanan dengan benar.
- Hindari berbaring setelah makan setidaknya selama 2 hingga 3 jam.
- Jika Moms mulai merasakan asam lambung naik, segera duduk tegak. Hindari tiduran atau duduk sambil bersandar ke belakang karena dapat memicu asam lambung atau isi perut naik lagi ke kerongkongan.
- Perhatikan posisi tidur. Saat berbaring di malam hari, dukung kepala dan leher Moms dengan bantal tambahan.
- Kelola stres dengan baik. Stres dapat menjadi penyebab terjadinya GERD yang bisa menyebabkan regurgitasi. Cara mudah untuk mengatasinya adalah mencari tahu sumber stres dan lakukan sesuatu untuk menguranginya.
Baca Juga: 10 Penyebab Perut Terasa Panas dan Cara Mengatasinya!
Itulah penjelasan tentang regurgitasi, mengenai penyebab, tanda-tanda yang mungkin terjadi, serta cara pengobatan yang sebaiknya dilakukan.
Ingat, selalu perhatikan pola makan dan gaya hidup dengan baik agar terhindar dari kondisi regurgitasi, ya!
- https://www.nimh.nih.gov/health/topics/eating-disorders/
- https://www.healthline.com/health/gerd/regurgitation#causes
- https://americanpregnancy.org/pregnancy-health/heartburn-during-pregnancy/
- https://www.aaaai.org/Conditions-Treatments/related-conditions/gastroesophageal-reflux-disease
- https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/rumination-syndrome/symptoms-causes/syc-20377330
- https://www.niddk.nih.gov/health-information/digestive-diseases/acid-reflux-ger-gerd-adults/symptoms-causes
Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.
Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan
Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.