Mengenal Penyakit Peyronie, Penyebab Penis Bengkok pada Pria
Saat penis mengalami keanehan, Dads pasti akan segera menyadarinya. Salah satu keanehan yang bisa bikin Dads khawatir adalah kondisi penis bengkok.
Memang, terdapat beberapa pria yang memiliki penis sedikit bengkok. Kondisi ini normal, apalagi jika tidak disertai gejala lain.
Namun, dalam kondisi penis bengkok akibat penyakit peyronie, Dads akan merasa kesakitan saat ereksi.
Perlu Dads pahami bahwa kondisi penis bengkok sangat mungkin menyulitkan untuk berhubungan seksual.
Kondisi tersebut pun dapat membuat Dads sangat kesulitan untuk mendapatkan atau mempertahankan ereksi (disfungsi ereksi).
Penis bengkok akibat peyronie juga bisa membuat Dads stres dan cemas, karena kebutuhan seksualnya tidak terpenuhi.
Yuk, cari tahu selengkapnya tentang penis bengkok akibat penyakit peyronie!
Baca Juga: Benarkah Ukuran Penis dan Peluang Kehamilan Saling Berkaitan?
Peyronie, Penyebab Penis Bengkok pada Pria
Melansir Mayo Clinic, penyakit peyronie atau penis bengkok adalah kondisi non-kanker yang terjadi akibat perkembangan jaringan parut fibrosa di penis.
Kondisi tersebut membuat penis sangat melengkung saat ereksi dan terasa menyakitkan.
Faktanya, ada jaringan seperti spons di dalam penis. Jaringan ini akan dialiri darah dan mengembang saat mendapat rangsangan seksual.
Pada umumnya, penis bengkok terjadi ketika jaringan tidak mengembang secara merata, atau karena kelainan anatomi pada penis.
Seperti yang Dads ketahui bahwa bentuk dan ukuran penis bervariasi, dan ereksi yang sedikit melengkung belum tentu pertanda masalah.
Namun, saat Dads mengalami peyronie, akan terjadi penis sangat bengkok yang terasa sakit sehingga penanganan harus segera dilakukan.
Penyebab penis bengkok akibat penyakit peyronie belum sepenuhnya dipahami oleh para ahli. Namun, ada sejumlah faktor yang diduga terlibat.
Para ahli menduga bahwa penyakit peyronie terjadi akibat cedera berulang pada penis.
Misalnya, saat penis rusak saat berhubungan seks, aktivitas atletik, atau akibat kecelakaan.
Saat Dads mengalami cedera pada penis dan sedang dalam penyembuhan, jaringan parut bisa saja terbentuk secara tidak teratur di penis.
Hal itu diduga bisa menyebabkan nodul, yang menyebabkan penis sangat melengkung.
Meski begitu, National Kidney and Urologic Diseases Clearinghouse (NKUDC) mencatat bahwa kondisi tersebut sering kali muncul tanpa peristiwa traumatis.
Pada beberapa pria, penyakit peyronie datang secara bertahap dan tampaknya tidak terkait dengan cedera.
Para peneliti juga sedang menyelidiki apakah penyakit peyronie mungkin terkait dengan sifat yang diturunkan atau kondisi kesehatan tertentu
Namun, sejauh yang para ahli pahami, ada beberapa penyebab lain dari penis bengkok selain akibat penyakit peyronie.
Beberapa penyebabnya, antara lain:
- Penyakit autoimun.
- Jaringan penyangga yang kondisinya tidak normal.
Selain itu, bayi juga bisa mengalami penis bengkok akibat penyakit hipospadia.
Penyakit ini menyebabkan ujung saluran kencing berada di bawah penis.
Baca Juga: 5 Jenis Kelainan Penis Pada Anak Laki-Laki
Seberapa Umum Penyakit Penis Bengkok?
Mengutip Urology Care Foundation, penyakit peyronie diperkirakan terjadi pada sekitar 4 dari 100 pria berusia antara 40 dan 70 tahun.
Penyakit penis bengkok juga jarang ditemukan pada pria yang lebih muda. Namun, sudah ada beberapa pria berusia 30-an yang mengalami kondisi ini.
Jumlah kasus mungkin lebih tinggi dari perkiraan, karena banyak pria mungkin merasa malu sehingga memilih untuk tidak memeriksakan diri ke dokter.
Menariknya, lebih banyak kasus penyakit peyronie telah tercatat dalam beberapa tahun terakhir.
Hal tersebut diduga terkait dengan obat baru untuk disfungsi ereksi (DE).
Terdapat beberapa pasien dengan penyakit peyronie yang berobat ke dokter spesialis andrologi akibat masalah kesehatan seksual yang dialami sebelumnya.
Karena alasan tersebut, jumlah kasus penyakit penis bengkok yang dilaporkan mungkin akan terus bertambah.
Jadi, meski jarang terjadi, kondisi ini tetap harus diwaspadai, ya, Dads!
Baca Juga: Apa Saja Penyebab Pria Sulit Ereksi?
Cara Mengatasi Penis Bengkok Akibat Peyronie
Pengobatan untuk penyakit peyronie akan ditentukan berdasarkan sudah berapa lama Dads mulai mengalami gejala.
Untuk itu, Dads harus paham dua jenis fasenya, yaitu:
1. Fase Akut
Dads akan mengalami nyeri penis atau perubahan kelengkungan atau panjang atau kelainan bentuk penis.
Fase akut terjadi di awal penyakit dan mungkin hanya berlangsung dua hingga empat minggu, tetapi terkadang berlangsung hingga satu tahun atau lebih.
Untuk fase akut, ada beberapa cara mengatasi penis bengkok, antara lain:
- Direkomendasikan. Ketika digunakan pada awal proses penyakit, terapi traksi penis akan mencegah kehilangan panjang dan meminimalkan kelengkungan yang terjadi.
- Pilihan. Terapi medis dan injeksi bersifat opsional dalam fase ini, dengan kemungkinan lebih efektif daripada yang lain.
- Tidak Direkomendasikan. Pembedahan tidak dianjurkan sampai penyakitnya stabil, untuk menghindari perlunya pembedahan berulang.
2. Fase Kronis
Gejala penis bengkok ini biasanya tidak stabil, dan Dads tidak mengalami nyeri penis atau perubahan kelengkungan, panjang, atau kelainan bentuk penis.
Fase kronis terjadi kemudian pada penyakit dan umumnya terjadi sekitar tiga hingga 12 bulan setelah gejala dimulai.
Untuk fase kronis penyakit ini, ada beberapa pengobatan potensial. Pengobatan dapat dilakukan sendiri atau dalam kombinasi:
- Perawatan Injeksi
Sejumlah obat-obatan oral telah dicoba untuk mengobati penyakit peyronie atau penis bengkok, tetapi belum terbukti efektif secara konsisten dan tidak seefektif pembedahan.
Pada beberapa pria, obat yang disuntikkan langsung ke penis dapat mengurangi kelengkungan dan nyeri yang terkait dengan penyakit peyronie.
Tergantung pada terapinya, Dads mungkin akan diberi anestesi lokal untuk mencegah rasa sakit selama penyuntikan.
Jika Dads menjalankan prosedur ini, kemungkinan akan menerima banyak suntikan selama beberapa bulan.
Obat injeksi juga dapat digunakan dalam kombinasi dengan obat oral atau terapi traksi.
Pengobatannya meliputi kolagenase (collagenase clostridium histolyticum /Xiaflex), verapamil, dan interferon.
- Terapi Traksi
Terapi traksi penis melibatkan peregangan penis dengan alat mekanis yang dipasang sendiri selama jangka waktu tertentu untuk meningkatkan panjang, kelengkungan, dan kelainan bentuk penis.
Bergantung pada perangkat spesifiknya, terapi traksi mungkin perlu dipakai paling sedikit 30 menit hingga tiga hingga delapan jam sehari untuk mendapatkan manfaat.
Efektivitas pengobatan mungkin juga tergantung pada perangkat spesifik yang digunakan.
Terapi traksi direkomendasikan pada fase awal penyakit peyronie. Ini satu-satunya pengobatan yang terbukti meningkatkan panjang penis.
Terapi traksi juga dapat digunakan pada fase kronis penyakit, dikombinasikan dengan perawatan lain atau setelah operasi untuk hasil yang lebih baik.
- Operasi
Tindakan perawatan penis bengkok ini adalah prosedur pembedahan pada lipatan penis untuk memperbaiki kelengkungan.
Dokter mungkin menyarankan operasi jika kelainan bentuk penis cukup parah, cukup mengganggu, atau menghalangi untuk berhubungan seks.
Pembedahan biasanya tidak disarankan sampai mengalami kondisi tersebut selama 9 hingga 12 bulan dan kelengkungan penis berhenti meningkat atau menjadi stabil setidaknya selama 3 hingga 6 bulan.
Metode bedah umum meliputi penjahitan pada sisi yang tidak terpengaruh, Insisi atau eksisi dan grafting, serta pemasangan implan pada penis.
Baca Juga: Jangan Lakukan 3 Hal Ini Jika Penis Suami Kecil
Adakah Cara Mengatasi Penis Bengkok Secara Alami?
Sebagian besar pengobatan alami untuk penyakit penis bengkok tidak dipelajari dengan baik, dan berdasarkan bukti yang belum sepenuhnya benar.
Studi oleh BJU International menyimpulkan bahwa asetil-l-karnitin lebih efektif dan aman daripada tamoxifen dalam mengobati penyakit peyronie akut dan kronis awal.
Namun, sayangnya, belum ada studi lebih lanjut untuk mengonfirmasi dugaan tersebut.
Selain itu, hasil studi yang diterbitkan dalam International Journal of Impotence Research menemukan bahwa suplemen koenzim Q10 diyakini bisa meningkatkan fungsi ereksi.
Senyawa tersebut juga diduga bisa mengurangi kelengkungan penis pada pasien dengan penyakit peyronie kronis awal.
Namun, lagi-lagi, masih lebih banyak studi dibutuhkan untuk memastikan kebenarannya.
Menurut sebuah artikel yang diterbitkan dalam Reviews in Urology, vitamin E juga telah dipelajari secara ekstensif untuk mengobati penyakit peyronie.
Akan tetapi, studi terbaru menunjukkan bahwa tidak ada perbaikan pada pasien peyronie yang diobati dengan vitamin E.
Baca Juga: 9 Kebiasaan yang Dapat Mengganggu Kesuburan Pria
Pentingnya Dukungan Selama Pengobatan Penyakit Peyronie
Seperti yang disebutkan sebelumnya, penyakit peyronie atau penis bengkok dapat menjadi sumber kecemasan yang signifikan.
Kondisi ini pun sangat mungkin mencetuskan stres dan kecemasan, baik bagi penderita maupun pasangan seksualnya.
Namun, bagaimanapun juga, penderita penyakit penis bengkok tetap perlu mendapatkan dukungan agar bisa terus melanjutkan hidup.
Jika Dads mengalami penyakit ini, berikut beberapa tips yang bisa dilakukan agar tetap mendapat dukungan dari orang-orang terdekat:
- Jelaskan kepada pasangan apa itu penyakit peyronie dan bagaimana kondisi tersebut bisa memengaruhi kemampuan Dads untuk berhubungan seks.
- Biarkan pasangan tahu bagaimana perasaan Dads tentang penampilan penis dan kemampuan selama berhubungan seks.
- Bicaralah dengan pasangan tentang bagaimana kalian berdua dapat menjaga keintiman seksual maupun fisik.
- Bicaralah dengan penyedia kesehatan mental yang berspesialisasi dalam hubungan keluarga dan masalah seksual untuk mengatasi rasa stres serta depresi.
Jadi, pastikan untuk selalu berkonsultasi dengan dokter spesialis andrologi dan psikolog selama menjalani pengobatan untuk mengatasi penis bengkok, ya, Dads!
Jangan menyerah dan langsung putus asa. Meski sulit, penyakit ini masih mungkin untuk disembuhkan!
- https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/peyronies-disease/symptoms-causes/syc-20353468
- https://www.urologyhealth.org/urology-a-z/p/peyronies-disease
- https://bjui-journals.onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1046/j.1464-410x.2001.02241.x
- https://www.nature.com/articles/ijir201020
- https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3221554/
Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.
Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan
Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.