Jenis Imunisasi dan Pengobatan Difteri yang Harus Moms Tahu
Difteri adalah infeksi yang diakibatkan oleh bakteri. Namanya Corynebacterium diphteriae. Bakteri ini menyerang selaput lendir pada hidung dan tenggorokan, serta dapat memengaruhi kulit. Infeksi ini sangat menular dan membahayakan jiwa.
Infeksi difteri menyebar melalui partikel di udara, benda pribadi, peralatan rumah tangga yang terkontaminasi, serta menyentuh luka terinfeksi kuman difteri.
Siapa saja yang bisa terserang difteri?
Ada beberapa golongan yang berisiko tertular penyakit ini. Dikutip dari Pan African Medical Journal, di antaranya adalah:
- Balita dan lansia di atas 60 tahun
- Orang yang belum mendapatkan vaksinasi difteri;
- Orang yang berkunjung ke daerah dengan cakupan imunisasi difteri rendah;
- Orang dengan kekebalan tubuh lemah, seperti penderita HIV/AIDS;
- Orang dengan gaya hidup tak sehat;
- Lingkungan bersanitasi buruk.
Baca Juga: 11 Jenis Imunisasi yang Disarankan untuk Bayi 0-12 Bulan dan Jadwal Pemberiannya
Jenis Imunisasi Difteri
Ada beberapa jenis vaksin yang bisa digunakan untuk mencegah difteri. Hari ini, dikenal empat jenis vaksin yang digunakan untuk imunisasi difteri, yang semuanya juga melindungi terhadap penyakit lain:
- Vaksin difteri dan tetanus (DT)
- Vaksin Difteri, pertussis, dan tetanus (DPT)
- Vaksin tetanus dan difteri (TD)
- Vaksin tetanus, difteri, dan pertusis (TDP)
Bayi dan anak di bawah 7 tahun menerima DPT atau DT. Sementara anak yang lebih tua dan orang dewasa menerima TDP dan TD. Di Indonesia, vaksin yang paling popular adalah DPT dan diberikan saat anak-anak masih balita.
Baca Juga: Apa Saja Efek Imunisasi Bagi Kesehatan Anak?
Bagaimana Jika Terserang Difteri?
Difteri adalah penyakit serius. Dokter mengobatinya segera dan agresif dengan beberapa jenis obat-obatan:
Antitoksin
Jika dokter mencurigai difteri, anak atau orang dewasa yang terinfeksi menerima antitoksin. Antitoksin, yang disuntikkan ke dalam vena atau otot, menetralkan racun difteri yang sudah beredar di tubuh.
“Sebelum memberikan antitoksin, dokter mungkin melakukan tes alergi kulit untuk memastikan bahwa orang yang terinfeksi tidak memiliki alergi terhadap antitoksin. Orang yang alergi pertama-tama harus peka terhadap antitoksin. Dokter menyelesaikan ini dengan awalnya memberikan dosis kecil antitoksin dan kemudian secara bertahap meningkatkan dosis,” kata Dr. Nevio Zagaria, perwakilan WHO yang sempat menangani wabah difteri di Yaman.
Antibiotik
Difteri juga diobati dengan antibiotik, seperti penisilin atau eritromisin. “Antibiotik membantu membunuh bakteri dalam tubuh, membersihkan infeksi. Antibiotik berkurang menjadi hanya beberapa hari lamanya seseorang dengan difteri menular,” tambah Dr Zagaria.
Anak-anak dan orang dewasa yang menderita difteri seringkali perlu dirawat di rumah sakit. Mereka mungkin diisolasi di unit perawatan intensif karena difteri dapat menyebar dengan mudah kepada siapa pun yang tidak diimunisasi terhadap penyakit.
Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.
Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan
Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.