Talak: Pengertian, Jenis, Contoh Ucapan, dan Syarat Jatuhnya
Talak, atau perceraian, adalah salah satu keputusan besar yang dihadapi oleh pasangan ketika menghadapi masalah yang rumit dalam pernikahan.
Meskipun perceraian dianggap sebagai jalan terakhir dan tidak diinginkan, dalam kondisi tertentu, Islam memperbolehkan talak.
Penelitian yang dilakukan Journal of Marriage and Family selama dekade terakhir melihat naiknya tingkat perceraian.
Namun, penting untuk diingat bahwa Allah SWT tidak menyukai perceraian, dan mempertahankan keharmonisan dalam pernikahan adalah perjuangan yang harus dilakukan kedua belah pihak.
Bagi Moms dan Dads yang ingin memahami lebih dalam tentang jenis-jenis talak dan cara terbaik menjaga hubungan pernikahan, simak artikel ini hingga akhir, ya!
Baca Juga: Hukum Istri Meminta Cerai pada Suami dalam Islam, Pahami!
Pengertian Talak dalam Islam
Dalam ketentuan hukum pernikahan Islam, talak artinya melepas ikatan pernikahan dengan ucapan talak atau perkataan lain yang bermaksud sama.
Dikutip Bincang Syariah, di dalam fikih sunah Sayyid Sabiq beliau memberikan definisi talak, yaitu melepaskan tali pernikahan (perkawinan) dan mengakhiri hubungan suami Istri.
Abu Zakaria Al-Ansari dalam kitabnya Fath Al-Wahhab menyatakan bahwa talak adalah melepas tali akad nikah dengan kalimat talak dan yang semacamnya.
Maksudnya ialah memutuskan ikatan pernikahan yang dulu diikat oleh akad ijab dan kabul sehingga status suami istri di antara keduanya menjadi hilang. Termasuk juga hilangnya hak dan kewajiban antara keduannya.
Dalil dibolehkannya talak adalah firman Allah SWT, yakni:
“Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik,” (Al-Baqarah: 229).
Dan juga dalam surat lain: “Hai Nabi, apabila kamu menceraikan istri-istrimu Maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar),” (At-Thalaq: 1).
Dari Abdullah bin Umar RA, beliau pernah menalak istrinya dan istrinya dalam keadaan haid yang dilakukan di masa Nabi SAW.
Lalu Umar bin Al Khottob RA menanyakan masalah ini kepada Rasulullah SAW. Beliau bersabda:
“Hendaklah dia merujuk istrinya kembali, lalu menahannya hingga istrinya suci kemudian haid hingga dia suci kembali.
Bila dia (Ibnu Umar) mau menceraikannya, maka dia boleh menalaknya dalam keadaan suci sebelum dia menggaulinya.
Itulah iddah sebagaimana yang telah diperintahkan Allah SWT.”
Baca Juga: 17 Jenis Jin Menurut Islam, Ada yang Bisa Picu Perceraian!
Syarat Jatuhnya Talak
Melansir laman NU Online, layaknya sebuah akad, talak juga memiliki sejumlah syarat dan ketentuan, sehingga ia menjadi sah atau jatuh kendati tak disadari orang yang menjatuhkannya.
Para ulama fiqih melihat syarat dan ketentuan talak ini dari tiga aspek yaitu:
1. Pihak yang Menjatuhkan Talak adalah Suami Sah
Suami sah ini haruslah sah, balig, berakal sehat, dan menjatuhkan talak atas kemauannya sendiri.
2. Istri yang Ditalak Harus dalam Keadaan Suci
Ini artinya istri juga tidak dalam kondisi dicampuri. Ini termasuk artian talak yang diperbolehkan.
Sedangkan istri yang ditalak dalam keadaan haid atau dalam keadaan suci setelah dicampuri, dikenal dengan “talak bid‘ah” dalam arti talak yang diharamkan.
Talak ini berlaku bagi istri yang masih haid.
Sedangkan bagi istri yang tidak haid, seperti istri yang sedang hamil atau yang sudah menopause, ini tidak berlaku.
Salah satu hikmah talak dijatuhkan saat istri sedang suci adalah agar ia langsung menjalani masa iddah.
Sehingga masa iddahnya menjadi lebih singkat.
Berbeda halnya, jika talak dijatuhkan saat istri sedang haid, meskipun tetap sah, maka masa iddahnya menjadi lebih lama karena dihitung sejak dimulainya masa suci setelah haid.
Demikian pula jika istri ditalak dalam masa suci tetapi setelah dicampuri, maka kemungkinan untuk hamil akan terbuka.
Jika itu terjadi, maka masa mengandung hingga melahirkan akan menjadi masa iddahnya.
2. Kalimat Talak yang Dipergunakan
Ini bisa berupa ungkapan yang jelas (sharih), bisa juga berupa ungkapan sindiran (kinayah).
Maksud ungkapan jelas di sini, tidak ada makna lain selain makna talak.
Sehingga meskipun seseorang tidak memiliki niat untuk menjatuhkan talak dalam hati, jika yang dipergunakan adalah ungkapan sharih maka talaknya jatuh.
Contohnya, “Saya talak kamu,” atau “Saya ceraikan kamu,” atau “Saya lepaskan kamu.”
Berbeda halnya dengan ungkapan kinayah. Sebagaimana diketahui, ungkapan kinayah mungkin bermakna talak, mungkin pula bermakna lain.
Sehingga talaknya akan jatuh manakala ada niat talak dalam hati yang mengucapkanya. Artinya, jika tidak ada niat, maka talaknya tidak jatuh.
Contohnya, “Sekarang kamu bebas,” atau “Sekarang kamu lepas,” atau “Pergilah kamu ke keluargamu!”
Hanya saja, menurut Abu Hanifah, ungkapan kinayah yang cukup jelas, tetap tidak memerlukan niat.
Contohnya, “Engkau sekarang sudah jelas, bebas, lepas, dan haram (bagiku). Maka pergilah dan pulanglah ke keluargamu!”
Pendapat ini juga didukung oleh Imam Malik.
Sementara menurut Imam Ahmad, makna atau konteks keadaan dalam semua ungkapan kinayah menentukan status niat. (Lihat: al-Nawawi, Majmu‘ Syarh al-Muhadzab, Darul Fikr, Beirut, Jilid 17, hal. 104).
Sejalan dengan ungkapan kinayah adalah ungkapan sharih yang dilontarkan oleh seorang yang dipaksa.
Maka jatuh dan tidaknya talak kembali kepada niat dalam hatinya.
Jika bersamaan dengan ungkapan itu ada niat, maka jatulah talaknya. Begitu pula sebaliknya.
Talak juga jatuh dengan ungkapan ta‘liq, seperti ungkapan seorang suami kepada istrinya, “Jika engkau masuk lagi ke rumah laki-laki itu, maka engkau tertalak.”
Jika istrinya benar-benar masuk ke rumah tersebut, maka jatuhlah talaknya (lihat: Syekh Muhammad ibn Qasim, Fathul Qarib [Semarang: Pustaka al-‘Alawiyyah], tanpa tahun, hal. 48).
Kemudian talak juga jatuh dengan ungkapan senda gurau atau main-main selama disengaja mengucapkannya sekalipun tak disengaja maknanya (lihat: Sayyid Abu Bakar Muhammad Syatha ad-Dimyathi, I‘anah al-Thâlibîn, jilid 4, hal. 8).
Baca Juga: Ini Berbagai Hal yang Perlu Moms Lakukan Pasca Perceraian
Hukum Talak
Terdapat perselisihan pendapat di antara para ulama saat menentukan kapan tepatnya hukum talak berlangsung.
1. Baru Jatuh Talak ketika Telah Mencapai Waktunya
Talaknya sah ketika diucapkan namun barulah jatuh ketika telah mencapai waktunya, menurut pendapat Abu ‘Ubaid, Ishaq, Imam Syafi’i, Imam Ahmad, Daud Az Zohiriy dan pengikutnya.
2. Talak Jatuh ketika Diucapkan
Ibnu Musayyib, salah satu pendapat Imam Abu Hanifah, Al Laits dan Imam Malik berpendapat, talak jatuh ketika diucapkan.
3. Tidak Jatuh ketika Diucapkan atau Mencapai Waktunya
Talaknya tidak jatuh baik ketika diucapkan atau ketika sudah mencapai waktunya. Pendapat terakhir ini dianut oleh Ibnu Hazm.
Alasannya, karena tidak ada dalil dari Alquran maupun hadis yang menunjukkan bahwa talak tersebut jatuh.
Begitu pula nikah dengan mengatakan bahwa kita akan nikah tahun depan, tidak bisa dianggap telah nikah, maka sama halnya dengan talak.
Pandangan Mengenai Bersumpah dengan Talak
Hukum talak dengan maksud sumpah, seperti ucapan "jika engkau keluar rumah, maka engkau ditalak" juga memiliki dua keadaan:
1. Dianggap Jatuh Talak
Maksud dari ucapan tersebut adalah jatuh talak secara hakiki jika syarat tersebut tercapai.
Menurut jumhur ulama, talak tersebut dianggap jatuh.
2. Tidak Dianggap Jatuh Talak
Maksud dari ucapan tersebut bukan maksud talak secara hakiki namun untuk ancaman supaya mengerjakan atau meninggalkan sesuatu.
Mengenai talak dengan maksud ini, ada dua pendapat di antara para ulama:
- Talak jatuh ketika syaratnya tercapai. Inilah pendapat jumhur fuqoha dan ulama empat mazhab. Di antara alasannya karena muslim harus berpegang dengan syarat yang dia tetapkan.
- Talak tersebut tidaklah jatuh. Pendapat ini menjadi pegangan ‘Ikrimah, Thowus, Ibnu Hazm, Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qoyyim. Di antara alasannya adalah sabda Nabi SAW: “Barang siapa bersumpah untuk melakukan sesuatu, lalu dia melihat ada kebaikan pada yang lain, maka pilihlah yang baik tersebut dan batalkan sumpah tersebut dengan kafaroh.” (HR. Muslim no. 1650).
3. Tidak Jatuh Talak dan Hanya Dianggap Sebagai Ancaman
Tujuh orang sahabat -yaitu Ibnu ‘Umar, Ibnu ‘Abbas, Abu Hurairah, Aisyah, Abu Salmah, Hafshoh, Zainab, menganggap tidak jatuhnya sumpah dengan memerdekakan budak.
Demikian bisa diqiyaskan dengan talak dengan qiyas yang shahih.
Karena tidak ada dalil tegas dari Alquran maupun hadis, juga tidak ada ijma’ (konsensus para ulama), ditambah kesesuaian dengan maqoshid syari’at, maka pendapat yang terkuat dalam masalah ini adalah talak mu’allaq bersyarat (talak dengan maksud sumpah) tidaklah jatuh.
Talak ini adalah jika dengan maksud sebagai ancaman supaya mengerjakan atau meninggalkan sesuatu.
Namun jika maksudnya adalah talak secara hakiki, maka dianggap jatuh talak.
Mahkamah di Mesir berpendapat yang sama, mereka berkata, “Tidak jatuh talak bersyarat jika dimaksudkan sebagai ancaman (peringatan) untuk mengerjakan atau meninggalkan sesuatu, bukan yang lainnya.”
Baca Juga: Tata Cara Menggugat Cerai Suami dan Dokumen yang Diperlukan
Jenis Talak Berdasarkan Waktu
Berdasarkan waktu jatuhnya, para ulama fiqih kontemprer Syekh Wahbah al-Zuhaili membaginya menjadi tiga jenis, dilansir NU Online.
“Dilihat dari kandungan shighat terhadap ta‘liq atas perkara yang akan datang, penyandaran kepada waktu di masa mendatang, serta ketiadaan kandungan ta‘liq-nya, talak terbagi pada munajjaz, mu‘allaq, dan mudhaf” (Syekh al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islâmî wa Adillatuhu, [Darul Fikr: Damaskus] jilid 9, hal. 6966).
1. Talak Munajjaz atau Mu‘Ajjal
Jenis ini yang dijatuhkan pada saat shighat-nya diucapkan.
Misalnya, ucapan seorang suami kepada istrinya, “Engkau telah ditalak,” atau “Engkau telah tertalak.”
Ungkapan seperti itu berakibat jatuhnya talak pada saat itu pula selama suami yang mengucapkan termasuk orang yang dianggap sah menjatuhkan talak, dan istri yang ditalak termasuk orang yang sah dijatuhi talak.
2. Talak Mudhaf
Ini adalah jenis talak yang disandarkan tercapainya pada waktu yang akan datang.
Seperti ungkapan suami kepada istrinya, “Engkau tertalak pada esok hari, atau pada awal bulan Ramadan, atau pada awal tahun depan.”
Ungkapan, “Engkau tertalak pada awal bulan Ramadan,” misalnya.
Maka, terhitung sejak terbenamnya matahari pada hari terakhir di bulan Sya‘ban, talak suami kepada istrinya jatuh, bukan sejak dia mengucapkan.
Berbeda halnya jika talak itu disandarkan pada waktu yang telah lalu, seperti “Engkau tertalak kemarin,” maka talak tersebut menjadi talak munajjaz.
Artinya talak itu jatuh sejak diucapkan, karena mustahilnya menyandarkan sesuatu kepada waktu lampau, kecuali jika yang maksud perkataan itu adalah memberi tahu.
Begitu pula ungkapan suami, “Engkau tertalak sebelum mautku,” maka talaknya menjadi munajjaz.
Artinya, talak jatuh pada saat diucapkan karena sebelum kematian seluruhnya adalah waktu menjatuhkan talak.
3. Talak Mu‘allaq
Disebut juga talak bersyarat atau lebih dikenal dengan nama ‘talak ta‘liq’.
Ini adalah talak yang digantungkan terjadinya pada sesuatu di waktu yang akan datang. Biasanya menggunakan kata-kata jika, apabila, kapan pun, dan sejenisnya.
Contohnya ungkapan suami kepada istrinya, “Jika engkau masuk lagi rumah ini, maka engkau tertalak.”
Atau, “Jika engkau pergi ke rumah saudaramu, maka engkau tertalak.”
Atau, “Jika engkau keluar rumah tanpa seizinku, maka engkau tertalak.”
Atau, “Kapan pun engkau ngobrol lagi dengan si ini, maka jatuhlah talakku kepadamu.”
Baca Juga; Rincian Biaya Gugat Cerai dan Dokumen yang Dibutuhkan
Jenis-Jenis Talak Dilihat dari Sighat (Ucapan atau Lafaz) Talak
Jika ditinjau dari segi ini, talak dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu:
1. Talak Sharih (Talak Langsung)
Ini adalah talak yang diucapkan oleh suami kepada istrinya dengan lafaz atau ucapan yang jelas.
Meski diucapkan tanpa ada niat atau saksi, akan tetapi suami tetap dianggap menjatuhkan cerai. Hal ini telah ditegaskan dalam Al-Mausu’ah al-Fiqhiyah:
واتفقوا على أن الصريح يقع به الطلاق بغير نية
Artinya: “Para ulama sepakat bahwa talak dengan lafaz sharih (tegas) statusnya sah, tanpa melihat niat (pelaku).”
Contoh lafaznya:
- Aku menceraikanmu
- Engkau aku ceraikan
- Engkau kutalak satu, dan lain sebagainya.
2. Talak Kinayah (Talak Tidak Langsung)
Ini adalah talak yang diucapkan oleh suami kepada istrinya dengan menggunakan kata-kata yang di dalamnya mengandung makna perceraian, meski tidak secara langsung.
Suami yang mengucap lafaz talak kinayah dan tidak ada niat untuk menceraikan istrinya, dianggap tidak jatuh talak.
Tetapi apabila suami mempunyai niat untuk menceraikan istrinya ketika mengucapkan kalimat tersebut, maka talak dianggap jatuh.
Contoh lafaznya:
- “Pulanglah engkau pada orang tuamu karena aku tidak lagi menghendakimu,”
- “Pergi saja engkau dari sini kemana pun engkau suka,”
- “Tidak ada hubungan apa pun lagi di antara kita,” dan lain sebagainya.
Jenis Talak Cerai dari Pihak Suami
Ini merupakan jenis perceraian yang paling umum terjadi, di mana suami menjatuhkan talak kepada istrinya.
Status perceraian terjadi tanpa harus menunggu keputusan dari pengadilan agama.
Dengan kata lain, keputusan dari Pengadilan Agama adalah sebagai formalitas kenegaraan.
Talak jenis ini dibedakan menjadi lima, yaitu:
1. Talak Raj’i
Yaitu proses perceraian saat suami mengucapkan talak satu atau dua kepada istrinya, tapi suami bisa rujuk dengan istrinya saat istri masih dalam masa iddah.
Saat masa iddah habis atau lewat, rujuk yang dilakukan oleh suami tidak dibenarkan kecuali harus dengan akad nikah yang baru.
Allah SWT berfirman:
الطَّلَاقُ مَرَّتَانِ ۖ فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ ۗ وَلَا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَأْخُذُوا مِمَّا آتَيْتُمُوهُنَّ شَيْئًا إِلَّا أَنْ يَخَافَا أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيمَا افْتَدَتْ بِهِ ۗ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَعْتَدُوهَا ۚ وَمَنْ يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
Artinya:
“Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma´ruf atau menceraikan dengan cara yang baik.
Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah.
Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya.
Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barang siapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim,” (QS Al-Baqarah: 229).
2. Talak Bain
Talak bain adalah proses perceraian saat suami mengucapkan atau melafazkan talak tiga kepada istrinya.
Dalam kasus ini, suami tidak boleh rujuk dengan istrinya, kecuali istri telah menikah kembali dengan orang lain lalu istri diceraikan oleh suami barunya dan telah habis masa iddahnya.
Allah SWT berfirman:
إِنْ طَلَّقَهَا فَلَا تَحِلُّ لَهُ مِنْ بَعْدُ حَتَّىٰ تَنْكِحَ زَوْجًا غَيْرَهُ ۗ فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا أَنْ يَتَرَاجَعَا إِنْ ظَنَّا أَنْ يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ ۗ وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ يُبَيِّنُهَا لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
Artinya: “Kemudian jika si suami menalaknya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain.
Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan istri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah.
Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui,” (QS. Al- Baqarah: 230).
3. Talak Sunni
Ini adalah perceraian saat suami mengucapkan talak kepada istri yang belum disetubuhi ketika istri dalam keadaan suci dari haid.
4. Talak Bid’i
Yaitu perceraian saat suami menjatuhkan talak kepada istrinya yang masih dalam masa haid atau istri yang dalam keadaan suci dari haid akan tetapi sudah disetubuhi.
5. Talak Taklik
Yaitu perceraian yang terjadi akibat syarat atau sebab-sebab tertentu.
Jadi apabila suami melakukan sebab atau syarat-syarat tersebut, maka terjadilah perceraian.
Baca Juga: 12 Cara Menjaga Hubungan LDR Tetap Harmonis
Gugat Cerai oleh Istri
Gugat cerai merupakan proses ketika istri mengajukan permohonan cerai kepada Pengadilan Agama.
Meski talak merupakan hak suami, istri juga memiliki hak untuk mengakhiri pernikahan melalui mekanisme ini.
Sebelum pengadilan memutuskan secara resmi, perceraian belum dianggap terjadi.
Ada dua istilah terkait gugat cerai yang dilakukan oleh istri atas suaminya, yakni:
1. Fasakh
Fasakh merupakan perceraian yang diajukan istri tanpa kompensasi kepada suami. Fasakh dapat dilakukan jika:
- Suami tidak memberi nafkah selama enam bulan berturut-turut.
- Suami meninggalkan istri tanpa kabar selama empat tahun.
- Suami tidak melunasi mahar sesuai akad nikah.
- Suami melakukan tindakan buruk seperti penganiayaan atau ancaman terhadap keselamatan istri.
2. Khulu’
Khulu' merupakan proses perceraian atas permintaan dari pihak istri dan suami setuju dengan hal tersebut dengan syarat sang istri memberikan imbalan kepada sang suami.
Di dalam Alquran surat Al-Baqarah ayat 229 disebutkan bahwa:
“Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah.
Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami istri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya.”
Dampak dari gugatan cerai yang dilakukan istri tersebut adalah hilangnya hak suami untuk melakukan rujuk selama sang istri sedang dalam masa iddah atau yang disebut dengan talak ba’in sughra.
Dan apabila sang suami menghendaki untuk rujuk, maka ia harus melakukan proses melamar dan menikahi kembali wanita yang telah menjadi mantan istrinya tersebut.
Dan apabila wanita tersebut hendak menikah dengan pria lain, maka ia harus menunggu hingga masa iddahnya selesai.
Baca Juga: Cara Mengurus Surat Cerai, Ketahui Persyaratan dan Biayanya
Cara Mengajukan Talak di Pengadilan
Tata cara prosedur untuk mengajukan talak di pengadilan bervariasi tergantung pada yurisdiksi hukum sebuah negara.
Namun, berikut langkah yang biasa dilakukan dalam pengajuan talak di Pengadilan Agama:
- Ajukan Permohonan Talak: Permohonan talak bisa diajukan tertulis atau lisan di Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah.
- Surat Permohonan Talak: Jika belum membuat, mintalah petunjuk pengadilan. Surat ini berisi identitas pemohon dan termohon.
- Nafkah dan Harta: Permohonan terkait nafkah dan harta bisa diajukan bersamaan atau setelah ikrar talak.
- Biaya Perkara: Pastikan semua syarat lengkap dan bayar biaya perkara setelah permohonan diajukan.
Hak-hak Perempuan setelah Talak
Setelah terjadinya talak, perempuan memiliki sejumlah hak yang diatur dalam Islam. Hak-hak ini bertujuan melindungi kesejahteraan perempuan, terutama selama masa iddah dan setelahnya, diantaranya:
- Hak Nafkah Iddah: Perempuan berhak mendapatkan nafkah selama masa iddah, yakni masa tunggu setelah perceraian.
- Hak Mut’ah: Pemberian dalam bentuk materi sebagai tanda penghormatan setelah perceraian.
- Hak Nafkah Anak: Perempuan memiliki hak untuk mendapatkan nafkah bagi anak yang diasuhnya.
- Hak Tempat Tinggal: Selama masa iddah, perempuan berhak untuk tinggal di rumah yang disediakan mantan suami.
Itulah hal-hal mengenai talak yang perlu diketahui oleh pasangan suami istri.
Jadikan sebagai pengetahuan dan sebisa mungkin dihindari, ya!
Jaga kerukunan dan keharmonisan rumah tangga sehingga talak tidak perlu diucapkan serta terhindar dari perceraian.
- https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/talak
- https://tanyasyariah.com/konsultasi/kalimat-yang-menjadi-jatuhnya-talak/
- https://www.researchgate.net/publication/249406254_Research_on_Divorce_Continuing_Trends_and_New_Developments
- https://islam.nu.or.id/nikah-keluarga/syarat-dan-ketentuan-jatuhnya-talak-atau-cerai-suami-istri-hRFDU
Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.
Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan
Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.