IUFD dan Stillbirth: Penyebab, Diagnosis, dan Pencegahan
Pada masa kehamilan, kemungkinan buruk yang bisa terjadi yaitu keguguran (miscarriage) dan IUFD (Intrauterine Fetal Death).
Pada masa kehamilan, salah satu kemungkinan terburuk yang bisa terjadi yaitu kematian janin.
Kematian janin bisa terjadi pada setiap masa kehamilan, baik di trimester 1, 2 atau 3, bahkan dapat juga terjadi pada saat proses persalinan.
Tentunya hal ini sangat tidak diharapkan oleh para calon orang tua. Oleh karenanya, yuk kita kenali faktor risiko dan tanda-tandanya dalam artikel ini, ya!
Baca Juga: Mengenal Fungsi Plasenta, Sumber Asupan Nutrisi Janin
Perbedaan IUFD, Keguguran, dan Stillbirth
Menurut WHO, definisi kematian janin ialah terjadinya kematian janin sebelum terjadinya proses persalinan ataupun tanpa proses induksi, terlepas dari berapa usia kehamilan.
Lebih lanjut para ahli membagi definisi kematian janin menjadi beberapa disesuaikan dengan waktu kejadian.
Moms mungkin pernah mendengar istilah stillbirth, keguguran dan juga IUFD (Intra Uterine Fetal Death atau kematian janin dalam kandungan), masing-masing ternyata memiliki pengertian yang berbeda-beda.
Kematian janin dalam kandungan atau yang mungkin lebih dikenal dengan istilah IUFD adalah hal yang berbeda dengan keguguran.
Keguguran ialah kematian janin yang terjadi saat usia kehamilan belum mencapai 20 minggu atau saat berat janin setelah lahir kurang dari 500 gram.
Kematian janin dalam kandungan atau IUFD merujuk pada janin didalam kandungan Moms yang tidak menunjukkan adanya tanda-tanda kehidupan seperti tidak adanya denyut jantung ataupun pergerakan.
Sementara stillbirth merujuk pada kondisi dimana terjadinya persalinan bayi tanpa adanya tanda kehidupan.
Tatalaksana keguguran dengan IUFD sangatlah berbeda, meskipun sama-sama bertujuan untuk melahirkan janin.
Pada kasus keguguran, proses persalinan dapat dilakukan dengan proses induksi ataupun kuretase.
Sedangkan pada kasus IUFD, persalinan dilakukan dengan induksi ataupun Tindakan operatif sesuai dengan indikasi.
Baca Juga: 5 Penyebab Lama Hamil setelah Keguguran, Perhatikan Moms
Penyebab Kematian Janin
IUFD dapat disebabkan oleh berbagai faktor, baik faktor yang dapat dikenali dan dicegah sebelumnya, maupun tidak.
Tercatat ada 8 kategori besar penyebab kematian janin, yang paling besar adalah adanya komplikasi kehamilan.
Misalnya, solusio plasenta yaitu perdarahan spontan yang terjadi pada plasenta, kehamilan kembar ataupun adanya ketuban pecah pada usia kehamilan 20-24 minggu.
Kehamilan kembar merupakan suatu kondisi yang pasti menyenangkan hati Moms, tapi ternyata kehamilan kembar memiliki risiko bagi janin, di antaranya rentan terjadi kontraksi, ketuban pecah dini hingga persalinan.
Ketuban yang pecah sebelum janin berada dalam kondisi aterm atau matang di saat usia 37 minggu, sangat berbahaya bagi janin, terutama jika terjadi pada usia kehamilan yang masih sangat muda (24 minggu).
Sebab, janin berada pada kondisi organ-organ yang belum matang terbentuk, sehingga jika dilahirkan akan membutuhkan dukungan alat bantu, seperti bantuan pernafasan di ruang khusus NICU (Neonatal Intensive Care Unit).
Selain itu, faktor lain yang dapat menyebabkan kematian janin adalah ketidaknormalan plasenta.
Misalnya, kegagalan plasenta menyalurkan oksigen dan nutrisi kepada janin, ketidaknormalan pada janin seperti kelainan genetik yang menyebabkan kecacatan anatomis pada janin.
Selain itu, penyakit pada Moms pun sangat bisa menyebabkan kematian janin, seperti tekanan darah tinggi, diabetes melitus, dan juga sindrom antiphospholipid antibody.
Perlu Moms ketahui, bahwa tekanan darah tinggi dan juga diabetes melitus dapat serta merta timbul pada saat hamil, meskipun sebelumnya Moms tidak memiliki penyakit tersebut.
Selain itu, hal lain yang dapat menjadi faktor terjadinya kematian janin adalah kelainan pada tali pusat dan juga infeksi.
Tanda dan Gejala IUFD
Moms yang sedang hamil, penting sekali untuk selalu memperhatikan seberapa aktif pergerakan janin dalam kandungan.
Meskipun demikian, seringkali Moms yang mengalami IUFD masih merasakan gerakan pasif dari janin.
Hal itu disebabkan janin berada dalam kantung cairan ketuban yang cukup sehingga memberikan kesan gerakan aktif.
Jika Moms merasakan gerakan janin yang berkurang, segera periksakan diri ke dokter.
Selain itu, akurasi kematian janin diperoleh dengan melakukan pemeriksaan Ultrasonografi atau USG.
Dengan pemeriksaan USG dapat dilakukan pemeriksaan lansung ke gerakan jantung janin, meskipun akurasi dan kesulitannya dapat dipengaruhi oleh adanya obesitas, bekas keloid pada lapisan perut, dan juga air ketuban yang sangat sedikit.
Selain menilai pergerakan jantung janin, USG juga dapat menilai adanya tanda penyerta kematian seperti tulang kepala janin yang saling tumpang tindih dan adanya tanda pembusukan atau yang disebut maserasi.
Tidak perlu terburu-buru jika tidak disertai dengan kondisi gawat lainnya, Moms bisa melakukan pemeriksaan kedua sebagai second opinion di waktu yang berbeda.
Moms juga perlu waspada jika mengalami satu dari beberapa tanda berikut:
- Nyeri pada perut yang tidak kunjung menghilang
- Adanya perdarahan melalui jalan lahir
- Adanya kejang
- Keluar air dari jalan lahir, atau
- Tidak sadarkan diri.
Baca Juga: 16 Pantangan Ibu Hamil yang Pernah Keguguran, Catat!
Faktor Risiko Terjadinya Kematian Janin
Banyak sekali faktor yang berhubungan dengan meningkatnya resiko kematian janin, di antaranya ialah usia Mama yang sudah diatas 35 tahun, kebiasaan merokok, penggunaan narkotika, tekanan darah tinggi, atau adanya diabetes mellitus.
Bukan berarti, Moms yang memiliki tekanan darah tinggi atau diabetes tidak boleh hamil.
Tetapi diperlukan usaha dan juga kewaspadaan pada Moms dan juga Janin.
Penelitian yang dilakukan terhadap kematian janin stillbirth, terungkap bahwa tragedi kematian janin ini terjadi salah satunya karena tidak dijalankannya pemeriksaan kehamilan secara teratur.
Perlu diketahui bahwa Moms yang pernah mengalami kematian janin sebelumnya dapat mengalami kemungkinan kematian janin lebih besar dibandingkan yang belum pernah mengalaminya.
Diagnosis IUFD
Dokter akan menjalankan beragam tes untuk melihat tanda kehidupan janin dalam rahim, antara lain:
- Profil Biofisik: dilakukan untuk memeriksa tanda vital pada janin.
- Doppler Velocimetry: gelombang suara untuk menentukan apakah ada suplai darah yang mengalir ke dalam janin, rahim, dan plasenta.
- Non-Stress Test: monitor elektronik untuk memeriksa detak jantung saat ibu berbaring.
- Ultrasonografi: untuk memeriksa tanda-tanda gerakan dan kehidupan janin
Cara Mengeluarkan Janin Setelah Diagnosis IUFD
Penanganan IUFD pun berbeda dengan keguguran. Setelah diagnosis ditegakkan, dokter akan menginduksi persalinan.
Pilihan pengobatannya meliputi:
- Melebarkan serviks untuk mengeluarkan janin melalui jalan lahir.
- Menggunakan kateter yang dimasukkan obat untuk memulai kontraksi.
- Melakukan operasi caesar untuk mengeluarkan bayi.
- Menggunakan obat alami untuk memulai persalinan dan melahirkan janin secara alami.
Baca Juga: Lebih Sakit Melahirkan Normal atau Caesar? Simak Moms!
Bagaimana dalam Kehamilan Kembar?
Ketika mengalami kehamilan kembar, salah satu janin pun rentan mengalami IUFD.
Jika ini terjadi, bantuan induksi tidak akan dianjurkan.
Biasanya dokter akan memeriksa kondisi janin lainnya terlebih dahulu untuk kemudian mengambil tindakan yang sesuai dengan kondisi ibu serta janinnya.
Pada umumnya, mempertahankan kedua janin dalam kandungan hingga saatnya lahir banyak disarankan oleh dokter.
Cara Mencegah IUFD
Perlu diakui bahwa tak semua kasus IUFD bisa dilakukan pencegahan.
Kendati demikian, Moms masih bisa melakukan sesuatu untuk mengurangi risiko terkena kondisi ini.
Moms tentu ingin menghindari terjadinya stillbirth. Untuk itu ada beberapa hal yang dapat Moms lakukan.
Saat sebelum hamil, bila Moms telah mengetahui bahwa Moms memiliki risiko stillbirth, maka konsultasikanlah kepada dokter kandungan.
Jelaskan sedetail mungkin apa saja yang Moms konsumsi, termasuk obat herbal sekalipun.
Bila Moms seorang penderita diabetes atau hipertensi maka pastikan kondisi Moms terkendali sebelum hamil.
Begitu pula jika Moms mengalami obesitas, maka upayakan untuk menurunkan berat badan Moms sebelum hamil dan jangan sesekali mencoba menguruskan bada saat kehamilan.
Beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mencegah stillbirth atau IUFD adalah:
- Berhenti merokok.
- Berhenti mengonsumsi minuman beralkohol dan obat-obatan berbahaya yang bisa membahayakan diri dan janin.
- Rutin melakukan pemeriksaan diri dan kehamilan ke tenaga kesehatan
- Melakukan pemeriksaan penapisan berupa pemeriksaan laboratorium dan USG, serta mengkonsultasikan hasilnya dengan dokter
- Rutin mengkonsumsi suplemen dan juga obat-obatan jika diperlukan, seperti obat penurun tekanan darah tinggi
Untuk ibu hamil yang memiliki risiko terkena IUFD, lakukanlah konsultasi ke dokter kandungan secara rutin.
Baca Juga: Abortus Habitualis atau Keguguran Berulang, Berikut Penyebabnya
Hal yang Harus Dilakukan Pasca Stillbirth
Stillbirth memang harus dikeluarkan sesaat setelah diketahui meninggal, kecuali terdapat masalah medis yang membahayakan Moms.
Lebih cepat memang lebih baik namun tak perlu dipaksakan, batasnya adalah 14 hari atau sekitar 2 minggu.
Proses setelah melahirkannya pun akan sama, ASI Moms akan keluar, namun dokter biasanya akan memberikan penghenti ASI pada ibu bayi IUFD.
Pasca persalinan, akan dilakukan pemantauan terhadap kondisi medis, jika dinyatakan stabil, maka Moms dapat pulang dan menjalani masa nifas dirumah.
Namun, jika didapatkan penyulit seperti tekanan darah tinggi yang belum terkontrol, anemia berat pasca perdarahan, dan lainnya, maka penyulit tersebut akan ditangani saat Moms menjalani rawat inap pasca bersalin.
Moms juga akan diberikan obat untuk mencegah keluarnya ASI, selain itu Mama bisa membantu dengan memakai bra yang ketat untuk mencegah keluarnya ASI.
Moms yang mengalami kematian janin ataupun keguguran sangat berisiko mengalami depresi pasca melahirkan dan sangat dibutuhkan dukungan dari keluarga.
Suami dan juga keluarga perlu mengetahui bahawa kematian janin meningkatkan risiko terjadinya depresi post partum atau depresi pasca persalinan, terlebih lagi jika Moms tidak mendapat dukungan dari suami dan keluarga.
Meski demikian, seringkali Dads juga mengalami masalah psikologis dari kematian ini, seperti mengalami post-traumatic stress disordes (PTSD).
Jika gangguan psikologis terjadi berkelanjutan yang mengakibatkan terganggunya kehidupan sehari-hari, maka bantuan konseling sangat diperlukan untuk mengatasinya.
Trauma tentulah dirasakan, namun mencari tahu mengapa stillbirth dapat terjadi akan membantu proses berduka dan memberikan informasi jika Moms ingin hamil kembali di masa depan.
Semoga informasi ini bermanfaat, ya.
- https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3893926/
- https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK557533/
- https://www.childbirthinjuries.com/birth-injury/intrauterine-fetal-demise/
- https://www.rcog.org.uk/guidance/browse-all-guidance/green-top-guidelines/late-intrauterine-fetal-death-and-stillbirth-green-top-guideline-no-55/
Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.
Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan
Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.