08 Juli 2023

Mengenal Battered Woman Syndrome atau Trauma Korban KDRT

Segera dapatkan layanan konsultasi jika mengalaminya

Tanpa disadari Moms yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga, bisa mengakibatkan gangguan kesehatan mental atau disebut battered woman syndrome (BWS).

Selama 30 tahun, bidang kesehatan mental telah mengidentifikasi bahwa wanita sering menjadi korban kekerasan pasangan.

Artinya, bisa dipahami kalau kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah bagian dari kekerasan gender.

Sebab, banyak perempuan daripada laki-laki yang menjadi korban kekerasan fisik, seksual, dan psikologis.

Bahkan ketika perempuan menyerang balik atau terlibat dalam kekerasan, biasanya akan lebih mungkin terluka, baik secara fisik maupun emosional.

Perempuan yang melakukan penyerangan balik untuk membela diri juga sering dituduh sebagai penganiaya.

Pada beberapa pria dilansir dari Psychiatric Times, kondisi ini justru dimanfaatkan untuk menyalahgunakan kekuasaan dan mengendalikan wanita.

Pada akhirnya, gejala psikologis yang disebut battered woman syndrome (BWS), berkembang pada beberapa wanita dan menyulitkan mereka untuk mendapatkan kembali kontrol.

Ingin tahu informasi lengkap mengenai battered woman syndrome (BWS)? Simak penjelasannya di bawah ini, ya Moms!

Baca Juga: Begini Hukum KDRT dalam Islam, Wajib Tahu!

Apa Itu Battered Woman Syndrome (BWS)?

Ilustrasi Pasangan Bertengkar
Foto: Ilustrasi Pasangan Bertengkar (shutterstock)

Battered woman syndrome atau sindrom wanita babak belur adalah kondisi psikologis yang dapat berkembang ketika seseorang mengalami pelecehan.

Psikoterapis Lenore Walker mengembangkan konsep sindrom wanita babak belur pada akhir 1970-an.

Walker ingin menggambarkan pola unik perilaku dan emosi yang berkembang ketika seseorang mengalami pelecehan dan ketika mereka mencoba bertahan hidup dari situasi tersebut.

Walker mencatat bahwa pola perilaku dari pelecehan sering menyerupai orang-orang dari gangguan stres pasca-trauma (PTSD).

Ia menggambarkan sindrom wanita babak belur sebagai subtipe PTSD.

Artinya, orang-orang yang berada dalam situasi KDRT sering kali tidak merasa aman atau bahagia.

Namun, mereka mungkin merasa tidak bisa keluar dari zona ini karena berbagai alasan.

Beberapa alasannya mungkin termasuk ketakutan dan keyakinan bahwa mereka pantas mendapatkan perlakuan seperti itu.

Sementara itu, Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menyebut pelecehan ini bisa mempengaruhi semua orang dari segala jenis kelamin, usia, kelas sosial atau pendidikan.

Baca Juga: Cryptic Pregnancy atau Kehamilan Samar, Ketika Kehamilan Gagal Terdeteksi oleh Alat Medis

Gejala Battered Woman Syndrome

Ilustrasi Wanita Trauma
Foto: Ilustrasi Wanita Trauma (shutterstock)

Menurut National Domestic Violance (NCADV), seseorang yang mengalami pelecehan dapat merasakan beberapa hal, yakni:

  1. Merasa terisolasi, cemas, tertekan, atau tidak berdaya.
  2. Malu atau takut terhadap penilaian dari orang lain.
  3. Mencintai orang yang melecehkan mereka dan percaya bahwa orang itu akan berubah.
  4. Menyangkal bahwa ada yang salah atau memaafkan pelaku.
  5. Memiliki alasan moral atau agama untuk tetap bertahan dalam hubungan.
  6. Percaya bahwa pelaku itu kuat atau tahu segalanya.
  7. Percaya bahwa mereka pantas mendapatkan pelecehan.

Mengutip dari WebMD, terdapat delapan kriteria yang mendefinisikan BWS, di antara lainnya:

1. Kenangan yang Mengganggu

Kriteria battered woman syndrome (BWS) yang pertama adalah mereka yang sering mengalami kembali peristiwa traumatis masa lalu dalam pikiran, merasa seolah-olah itu terjadi berulang kali.

Menurut Psikolog Lenore Walker, EdD, ketika seseorang memiliki efek psikologis dari peristiwa masa lalu dan juga peristiwa saat ini, membuatnya semakin menakutkan.

Ini karena pelecehan sebelumnya ada di pikiran orang tersebut pada saat yang sama. Pikiran yang mengganggu juga bisa datang dalam bentuk mimpi buruk, kilas balik, dan lamunan.

2. Kecemasan

Gejala battered woman syndrome (BWS) adalah wanita yang memiliki tingkat kecemasan dan kewaspadaan yang tinggi ketika ada sesuatu yang tidak beres.

Sebab, kecemasan tinggi ini mengarah pada respons melawan atau 'lari'. Salah satu pemicu kecemasan pada orang yang pernah mengalami kekerasan adalah kebisingan.

Para wanita yang memiliki tingkat kecemasan tinggi, mereka dapat sering menangis, dan mengalami masalah tidur.

Dalam beberapa waktu, orang tersebut bisa mengalami masalah tidur (termasuk mimpi buruk), tiba-tiba merasa terganggu ketika ingat tentang pelecehan yang mereka terima.

Selain itu, mereka juga menghindari situasi yang mengingatkan akan kekerasan, memiliki perasaan takut yang intens, serta memiliki serangan kepanikan.

3. Penghindaran

Penghindaran atau seseorang secara fisik tidak dapat keluar dari suatu situasi adalah gejala battered woman syndrome (BWS) lainnya.

Tetapi, secara psikologis menjauh dari apa yang sedang terjadi dengan melakukan penyangkalan.

Mereka biasanya meminimalkan apa yang terjadi pada mereka dan mematikan emosi.

Baca Juga: 11 Bentuk Kekerasan Verbal dalam Rumah Tangga, Termasuk Manipulatif dan Pengabaian

4. Perubahan Kognitif

Kriteria battered woman syndrome (BWS) yang selanjutnya adalah perubahan kognitif.

Seorang wanita yang telah dilecehkan oleh pasangannya mungkin juga tidak dapat mengingat semua detail pelecehannya dan mengalami depresi.

Ini karena mungkin orang tersebut mengalami kebingungan dan kurangnya perhatian.

Terlebih jika mereka menjadi korban berulang kali dipukuli dan dicekik oleh pasangannya.

Sebab, ditemukan cedera otak berulang akibat pelecehan dapat memiliki efek jangka panjang pada ingatan, pembelajaran, dan kognisi.

5. Gangguan dalam Hubungan Lain

Selain itu, gejala lain yang dapat yakni adanya gangguan hubungan antara korban dengan orang lain.

Masalah ini karena biasanya penyerang mencoba memutuskan atau mengontrol semua hubungan yang dimiliki pasangannya, sehingga ia tidak dapat meminta bantuan.

Mengutip dari WebMD, wanita yang pernah mengalami kekerasan, sekitar 62% mengatakan bahwa mereka dilarang atau jarang melakukan kontak dengan teman atau keluarga.

6. Masalah Kesehatan dan Citra Tubuh

Kriteria battered woman syndrome (BWS) yang selanjutnya adalah masalah kesehatan dan citra tubuh pada korban.

Kekerasan fisik juga dapat menyebabkan cedera seperti kerusakan organ, patah tulang, dan kehilangan gigi.

Terkadang, cedera ini bisa berlangsung lama dan mungkin mengancam jiwa.

Tidak hanya kerusakan fisik akibat pemukulan dan pelecehan, tetapi stres dan kecemasan yang ekstrem juga dapat menyebabkan gejala fisiologis seperti sakit kepala dan masalah pencernaan.

7. Masalah Seks

Orang yang menjadi korban kekerasan pasangan mungkin memiliki masalah atau trauma keintiman jangka panjang.

Bahkan jika mereka keluar dari hubungan yang penuh kekerasan.

8. Disosiasi

Kriteria battered woman syndrome (BWS) yang terakhir adalah disosiasi.

Wanita yang menjadi korban pelecehan fisik memiliki mekanisme pertahanan untuk dapat melepaskan diri secara psikologis selama pengalaman traumatis.

Dampak pelecehan terhadap kehidupan seseorang bisa sangat parah. Karena itu, penting untuk memahami bahwa ada bantuan yang tersedia.

Baca Juga: Pentingnya Perencanaan Keuangan Pribadi dalam Rumah Tangga


Faktor Risiko Tercipta KDRT

Ilustrasi Pasangan Bertengkar
Foto: Ilustrasi Pasangan Bertengkar (Istock.com)

Secara garis besar battered woman syndrome (BWS) memang terjadi akibat trauma kekerasan atau pertengkaran yang terjadi dalam rumah tangga.

Terdapat sejumlah faktor dan karakteristik mungkin ada pada seseorang yang melakukan kekerasan dalam suatu hubungan.

Walaupun tidak secara general seluruh karakteristik ini melakukan kekerasan, tetapi menurut penelitian Risk and Protective Factors for Perpetration, beberapa kelompok orang tersebut:

  • Memiliki harga diri yang rendah dan mungkin isolasi sosial
  • Memiliki kurangnya keterampilan pemecahan masalah tanpa kekerasan dan kebiasaan menggunakan agresi untuk menyelesaikan kesulitan
  • Menyaksikan pelecehan antara orang tua sebagai seorang anak
  • Memiliki keinginan untuk kekuasaan dan kontrol
  • Memiliki pandangan khusus tentang peran gender
  • Memiliki kondisi kesehatan mental, seperti gangguan kepribadian
  • Memiliki kecenderungan untuk menggunakan alkohol atau obat-obatan

Baca Juga: 6 Nasehat Pernikahan Ini Patut Diterapkan dalam Rumah Tangga

Cara Penanganan dan Mengatasinya

Ilustrasi Penanganan Dokter
Foto: Ilustrasi Penanganan Dokter (shutterstock)

Kebanyakan wanita tidak bisa meninggalkan pasangan yang melakukan KDRT karena beberapa alasan, seperti:

  • Kurangnya sumber daya keuangan, jika orang tersebut bergantung secara finansial pada pasangannya
  • Perasaan terasing dan ketakutan yang tak seorang pun akan mengerti
  • Rasa bersalah bahwa ini mungkin bukan hal yang benar untuk dilakukan
  • Takut akan kekerasan lebih lanjut atau tekanan untuk kembali ke situasi yang sama
  • Kekhawatiran tentang konsekuensi hukum atau kerugian finansial atau materi, terutama jika ada anak-anak yang terlibat
  • Keyakinan bahwa pelecehan itu adalah kesalahannya sendiri

Namun, ada beberapa langkah yang bisa membantunya keluar dari hubungan tidak sehat. Berikut beberapa tips yang bisa membantu:

1. Bicaralah dengan Dokter

Konsultasilah mengenai gejala sindrom wanita babak belur dengan dokter.

Karena dokter atau perawat bisa memberi jalan keluar atau bantuan yang terbaik.

2. Cari Tempat Berlindung

Sadarilah bahwa Moms tidak sendirian dan ada orang yang bisa membantu.

Dalam kondisi ini, Moms bisa menghubungi lembaga bantuan hukum (LBH) yang fokus dalam membantu wanita.

Baca Juga: Kekerasan pada Anak: Tanda, Jenis, Dampak, dan Cara Mengatasinya

3. Buat Rencana Keselamatan

Kebanyakan wanita merasakan bahaya ketika pasangan mereka cenderung menyakiti mereka.

The National Domestic Violence Hotline mengatakan bahwa ketika orang dalam situasi KDRT berencana meninggalkan rumah, mereka harus menyusun rencana terlebih dahulu.

Kalau tidak bisa keluar dari rumah, cobalah hindari kekerasan dengan cara meringkuk seperti bola untuk melindungi wajah dengan lengan.

Baca Juga: 6 Bentuk Tindakan KDRT yang Perlu Diwaspadai, Termasuk Merendahkan Pasangan!

Komplikasi KDRT

KDRT saat Hamil
Foto: KDRT saat Hamil (parents.com)

Meski sulit keluar dari hubungan yang tidak sehat, jika terus berada dalam hubungan ini bisa menjadi masalah yang serius, lho Moms.

Battered woman syndrome juga dapat menyebabkan trauma, di antaranya:

  • Mengurangi harga diri
  • Gejala PTSD jangka panjang
  • Kecacatan jangka panjang atau masalah kesehatan yang berhubungan dengan kekerasan fisik
  • Perasaan bersalah dan malu

Bahkan jika orang tersebut meninggalkan hubungan, mereka mungkin mengalami komplikasi yang bertahan lama.

Baca Juga: 10 Fakta Bunga Edelweiss dan Mengenal Ragam Jenis Spesiesnya

Itulah informasi seputar battered woman syndrome (BWS) yang bisa Moms ketahui.

Tanpa disadari, dampak kekerasan ini bisa berlangsung selama bertahun-tahun.

Rata-rata, seseorang yang meninggalkan hubungan yang kasar akan melakukannya tujuh kali sebelum mereka memutuskan hubungan terakhir, menurut National Domestic Violence Hotline.

Bila Moms mengalami KDRT, Moms bisa menghubungi Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan, ya.

  • https://www.thehotline.org/
  • https://psychcentral.com/pro/battered-woman-syndrome-key-elements-of-a-diagnosis-and-treatment-plan#1
  • https://www.cdc.gov/violenceprevention/intimatepartnerviolence/definitions.html
  • https://ncadv.org/dynamics-of-abuse
  • https://www.psychiatrictimes.com/view/battered-woman-syndrome
  • https://www.medicalnewstoday.com/articles/320747#causes
  • https://www.cdc.gov/violenceprevention/intimatepartnerviolence/riskprotectivefactors.html
  • https://www.psychiatrictimes.com/view/battered-woman-syndrome
  • https://www.webmd.com/mental-health/features/battered-woman-syndrome

Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.


FOLLOW US

facebook
twitter
instagram
spotify
tiktok

Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan

Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.