Hoarding Disorder pada Anak, Cari Tahu Gejala hingga Cara Mengatasinya
Moms belakangan sadar kalau Si Kecil kerap menimbun barang dan mainan di kamar? Besar kemungkinan si kecil memiliki kondisi gangguan menimbun atau hoarding disorder pada anak.
Jangankan untuk dibuang atau disumbangkan, biasanya tumpukan barang dirapikan dan dipindahkan oleh Moms saja bisa membuat si kecil histeris, panik, dan marah.
Alhasil, anak jadi sulit beraktivitas dengan normal karena kamarnya berantakan.
Barang-barang yang disimpan penderita hoarding disorder beragam, seperti:
- Koran
- Buku
- Makanan
- Benda kenangan
- Pakaian
- Struk belanja
- Alat rumah tangga
- Tas plastik
- Tanaman
- Hewan
- Barang-barang bekas yang sudah kotor dan rusak
Lalu, apa sebenarnya hoarding disorder, serta bagaimana cara mengatasinya? Berikut adalah penjelasan lengkapnya.
Baca Juga: Mengenal Premenstrual Dysphoric Disorder (PMDD), Gejala Haid yang Lebih Parah PMS
Hoarding Disorder pada Anak
Foto: interest.com
Menurut DSM-5 (panduan para psikiater dan psikolog dalam memberikan diagnosa), hoarding disorder pada anak termasuk dalam kategori gangguan obsesif-kompulsif.
Secara sederhana, tulis Child Mind, hoarding disorder adalah kondisi seseorang menumpuk barang karena alasan emosional.
Kondisi ini bisa disebabkan karena stres emosional saat harus membuang barang. Bahkan walau barang tersebut sudah tidak lagi bermanfaat.
Umumnya, melansir National Health Service, barang-barang yang ditimbun meliputi:
- Surat kabar dan majalah
- Buku
- Pakaian
- Selebaran dan surat, termasuk surat sampah
- Tagihan dan kuitansi
- Wadah, termasuk kantong plastik dan kotak kardus
- Perlengkapan rumah tangga
Beberapa orang juga menimbun hewan, yang mungkin tidak dapat mereka pelihara dengan baik.
Penderita hoarding disorder menimbun barang-barang yang tidak terpakai karena barang-barang tersebut dianggap akan berguna di kemudian hari, bersejarah, dan memiliki nilai sentimental.
Melansir Mayo Clinic, kebiasaan anak suka menimbun barang juga seringkali berkaitan dengan reactive attachment disorder atau gangguan kelekatan, maupun developmental disability atau gangguan perkembangan.
Baca Juga: 6 Penyebab Anak Suka Marah, Salah Satunya karena Perilaku Orang Tua Juga
Gejala Hoarding Disorder pada Anak
Foto: makeyourdamnbed.com
Mengoleksi barang secara normal sebenarnya bermanfaat bagi perkembangan anak, seperti dalam keterampilan memilah, menguasai suatu subjek, maupun membangun identitas diri.
Anak yang mengoleksi barang karena alasan positif biasanya akan merasa bangga menunjukkan apa saja yang sudah dikumpulkannya, serta cerita dibalik koleksinya.
Sebenarnya tidak sulit kok Moms, membedakan anak yang gemar mengoleksi barang dan anak yang memiliki hoarding disorder. Nah, berikut adalah tandanya:
- Barang yang dikumpulkan tidak memiliki manfaat atau nilai nyata
- Seringkali kondisinya lebih banyak yang rusak atau usang
- Cenderung malu memperlihatkan barang yang disimpannya
- Menunjukkan reaksi emosional kuat seperti marah, panik, atau mengamuk bila ada barangnya yang dipindahkan, dibereskan, atau dibuang
- Memiliki keterkaitan emosional yang tidak sehat terhadap barang yang ditimbun
- Menimbun barang di tempat khusus, seperti di bawah tempat tidur atau pojok kamar
- Aktivitas harian menjadi terganggu, baik karena timbunan barang menutupi ruang atau karena anak tidak bisa berhenti memikirkannya
Baca Juga: Kemunduran Perilaku dan Kemampuan Balita di Usia Tertentu, Normalkah?
Penyebab Hoarding Disorder pada Anak
Foto: realsimple.com
Menurut American Academy of Child and Adolescent Psychiatry, hoarding disorder pada anak dipengaruhi faktor genetik, kognitif, mental, dan emosional tersendiri, dan bisa dipicu oleh pengalaman traumatis.
Selain itu, sekitar 50% anak yang suka menimbun barang ternyata memiliki kerabat yang juga melakukan hal sama.
Penyebab hoarding disorder sebenarnya belum diketahui secara pasti. Namun, ada tipe orang tertentu yang lebih berisiko menjadi penimbun atau hoarder. Antara lain adalah:
- Pernah mengalami peristiwa traumatis, seperti ditinggal orang yang dicintai
- Pernah mengalami musibah
- Memiliki anggota keluarga yang juga menderita hoarding disorder
Selain kondisi tersebut, kelainan ini juga dapat berhubungan dengan pengabaian diri.
Yaitu pada orang-orang dengan kondisi tertentu seperti tidak menikah dan atau hidup sendiri, masa kecil yang suram, atau dibesarkan dalam rumah yang berantakan.
Menimbun barang seolah menjadi satu-satunya cara bagi penderita hoarding disorder untuk merasa aman dan tenang.
Untuk anak-anak dengan hoarding disorder, penting untuk melibatkan orang tua dalam perawatan.
Kadang-kadang disebut "akomodasi keluarga."
Selama bertahun-tahun, beberapa orang tua mungkin berpikir bahwa membiarkan anak mereka mendapatkan dan menyimpan barang yang tak terhitung jumlahnya dapat membantu menurunkan kecemasan anak mereka.
Sebenarnya bisa saja sebaliknya, meningkatkan kecemasan.
Jadi, selain terapi untuk anak, orang tua membutuhkan bimbingan profesional untuk mempelajari cara merespons dan membantu mengelola perilaku menimbun anak.
Melalui pendampingan dan terapi perilaku yang tepat, hoarding disorder pada anak bisa dicegah menjadi bertambah parah.
Kuncinya adalah tidak menghakimi dan memberikan contoh perilaku yang baik.
Baca Juga: 5 Hal yang Harus Dilakukan Saat Si Kecil Dikasari Anak Lain
Perawatan Hoarding Disorder
Foto: Orami Photo Stock
Pengobatan hoarding disorder dapat menjadi tantangan karena banyak orang tidak menyadari dampak negatif dari penimbunan pada kehidupan mereka atau tidak percaya bahwa mereka membutuhkan pengobatan.
Hal ini terutama benar jika harta benda atau hewan menawarkan kenyamanan.
Jika harta benda atau hewan ini diambil, penderita hoarding disorrder akan sering bereaksi dengan frustrasi dan kemarahan dan dengan cepat mengumpulkan lebih banyak untuk membantu memenuhi kebutuhan emosional.
Perawatan utama untuk gangguan penimbunan adalah terapi perilaku kognitif. Obat-obatan dapat ditambahkan, terutama jika penderita juga mengalami kecemasan atau depresi.
Psikoterapi, juga disebut terapi bicara, adalah pengobatan utama. Terapi perilaku kognitif adalah bentuk psikoterapi yang paling umum digunakan untuk mengobati gangguan penimbunan.
Cobalah untuk menemukan terapis atau profesional kesehatan mental lainnya dengan pengalaman dalam mengobati gangguan penimbunan.
Dilansir dari American Psychiatric Association, bagian dari terapi perilaku kognitif, yaitu meliputi:
- Belajar mengidentifikasi dan menantang pemikiran dan keyakinan yang terkait dengan memperoleh dan menyimpan barang
- Belajarlah untuk menahan keinginan untuk mendapatkan lebih banyak barang
- Belajarlah untuk mengatur dan mengkategorikan harta benda untuk membantu memutuskan mana yang harus dibuang
- Tingkatkan keterampilan pengambilan keputusan
- Rapikan rumah selama kunjungan di rumah oleh terapis atau penyelenggara profesional
- Belajarlah untuk mengurangi isolasi dan meningkatkan keterlibatan sosial dengan kegiatan yang lebih bermakna
- Pelajari cara untuk meningkatkan motivasi untuk perubahan
- Hadiri terapi keluarga atau kelompok
- Lakukan kunjungan berkala atau perawatan berkelanjutan untuk membantu mempertahankan kebiasaan sehat
Baca Juga: Mengenal Obsessive Compulsive Disorder (OCD) Pada Anak
Selain membutuhkan bantuan psikoterapi, para penderita hoarding disorder juga membutuhkan dukungan dan dampingan anggota keluarga guna memotivasinya untuk berubah.
Hoarding disorder tidak bisa disepelekan, sehingga membutuhkan penanganan yang tepat agar hidup seorang hoarder tidak terganggu.
Untuk itu, jika Moms atau Si Kecil ada yang mengalami gejala dari hoarding disorder, ada baiknya untuk berkonsultasi dengan psikiater guna mendapatkan penanganan yang tepat.
Nah, apa Moms punya pengalaman dengan anak atau orang dewasa yang memiliki gangguan menimbun?
- https://www.jaacap.org/article/S0890-8567(19)30188-1/fulltext
- https://childmind.org/guide/hoarding-disorder-in-children-quick-guide/#:~:text=Hoarding%20disorder%20is%20a%20mental,asked%20to%20throw%20them%20away.
- https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4558984/
- https://www.anxietycanada.com/disorders/hoarding-disorder-hd/
Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.
Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan
Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.