Jomblo dan Ibu Tidak Menyusui Berisiko Kanker Payudara, Lho!
Bagi wanita Indonesia, kanker payudara adalah momok terbesar. Bagaimana tidak? Menurut data GLOBOCAN tahun 2012, angka kejadian dan kematian akibat kanker payudara pada perempuan di Indonesia merupakan yang tertinggi dibanding kanker jenis lain, termasuk kanker serviks.
Siapa saja wanita yang berisiko terkena kanker payudara? Berikut faktor risiko kanker payudara pada wanita:
- Perokok aktif dan pasif
- Pola makan buruk
- Usia haid pertama di bawah 12 tahun
- Tidak menikah
- Menikah tapi tidak memiliki anak
- Melahirkan anak pertama pada usia 30 tahun
- Tidak menyusui
- Menggunakan kontrasepsi hormonal dan atau mendapat terapi hormonal dalam waktu lama
- Usia menopause lebih dari 55 tahun
- Pernah operasi tumor jinak payudara
- Riwayat radiasi
- Riwayat kanker dalam keluarga
Beberapa faktor risiko di atas tidak dapat dikontrol, misalnya usia haid pertama dan riwayat kanker dalam keluarga. Namun, faktor yang berhubungan dengan gaya hidup seperti merokok dan penggunaan kontrasepsi tentu bisa dikendalikan.
Baca juga: Bra Berkawat Penyebab Kanker Payudara, Fakta Atau Mitos?
Mama mungkin bertanya-tanya, mengapa perempuan yang tidak menikah, menikah tapi tidak memiliki anak, dan tidak menyusui lebih berisiko terkena kanker payudara? Di acara media briefing ‘Deteksi Dini Kanker Payudara dengan SADARI dan SADANIS’ di Jakarta, Selasa (19/09/2017), dr. Bob Andinata, SpB(K)Onk menjelaskan.
“ASI adalah obat paling bagus untuk mencegah kanker payudara. Menyusui selama satu tahun saja bisa membuat kadar estrogen dalam tubuh drop dan digantikan dengan hormon prolaktin,” jawab dokter subspesialis bedah onkologi ini. “Simpel saja: kalau tidak menikah dan tidak memiliki anak, bagaimana bisa menyusui?”
Terkait kontrasepsi hormonal, dr. Bob menyarankan agar tidak menggunakan KB pil dan suntik lebih dari lima tahun. Mama bisa memilih kontrasepsi IUD dan kondom yang lebih tidak berisiko kanker payudara. Namun, hal ini bisa menjadi dilema bagi Mama yang sedang merencanakan kehamilan karena mendapat terapi hormonal. “Semakin lama seseorang minum obat hormonal, semakin ia harus memeriksakan payudaranya ke dokter onkologi,” kata dr. Bob.
Baca juga: IUD, Kontrasepsi Aman untuk Wanita Tinggi Risiko Kanker Payudara
Nah, jika Mama menyadari bahwa Mama memiliki satu atau lebih faktor risiko kanker payudara di atas, Mama perlu melakukan SADARI (pemeriksaan payudara sendiri) secara rutin. Untuk Mama yang datang bulannya teratur, Mama bisa melakukan SADARI pada hari ke-10 (minimal hari ke-7 sampai maksimal hari ke-14) dihitung dari hari pertama menstruasi. Pada kondisi ini, payudara sedang lunak. Namun jika haid Mama tidak teratur atau sudah menopause, Mama bisa melakukan SADARI pada tanggal yang sama setiap bulannya. Misalnya, setiap tanggal 15.
Kalau Mama menemukan benjolan aneh yang tidak sakit dan tidak hilang selama dua kali menstruasi atau perubahan lainnya pada puting dan payudara, Mama perlu melanjutkan langkah SADARI menjadi SADANIS (pemeriksaan payudara klinis). SADANIS dilakukan dengan memeriksakan diri kepada tenaga kesehatan terlatih, terutama dokter onkologi.
Bagaimana, apakah Mama termasuk berisiko terkena kanker payudara?
(EMA)
Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.
Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan
Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.