Pengertian Doping dalam Olahraga Bdan Efek Sampingnya
Doping menjadi salah satu istilah yang banyak dibicarakan akhir-akhir ini, terutama dalam kalangan pengamat olahraga.
Namun, apa yang dimaksud dengan doping?
Melansir laman BBC, doping merupakan zat ilegal (terlarang) yang dikonsumsi atlet untuk meningkatkan kinerja atau performa mereka dalam berolahraga.
Zat yang paling umum digunakan sebagai doping adalah agen androgenik, seperti steroid anabolik.
Konsumsi zat ini memungkinkan atlet untuk berlatih lebih keras, pulih lebih cepat, dan membangun lebih banyak otot.
Selain merupakan tindakan curang pada ajang olahraga kompetitif, ada dampak negatif yang bisa ditimbulkan dari penggunaan zat-zat tersebut sehingga dilarang keras untuk digunakan olah para atlet.
Baca Juga: Macam-Macam Cedera Olahraga yang Sering Terjadi, Hati-hati!
Pengertian Doping
Menurut Badan Anti-Doping Dunia (WADA), istilah "doping" mungkin berasal dari kata Belanda "dop", minuman beralkohol yang terbuat dari kulit buah anggur yang digunakan oleh prajurit Zulu untuk membuat mereka lebih kuat dalam pertempuran.
Pada awal abad ke-20, istilah doping diperkenalkan untuk menggambarkan pemberian obat-obatan terlarang pada kuda pacu.
Mengutip Medical News Today, pada tahun 1999, WADA akhirnya dibentuk untuk mengatur standar dalam anti-doping.
Ini bertujuan untuk mempromosikan, mengoordinasikan, dan memantau perjuangan melawan doping pada olahraga dalam segala bentuknya.
Setiap tahunnya, WADA memperbarui daftar resmi zat terlarang atau metode doping yang dilarang. Zat dan metode dilarang jika memenuhi setidaknya 2 dari 3 kriteria berikut:
- Zat atau metode yang dapat meningkatkan kinerja
- Menimbulkan ancaman bagi kesehatan atlet
- Melanggar semangat olahraga
Baca Juga: Waktu Terbaik untuk Olahraga: Pagi, Sore, atau Malam Hari?
Jenis-jenis Doping
Setidaknya, ada beberapa jenis zat yang dilarang oleh badan pengatur olahraga.
Di antaranya yakni stimulan, diuretik, steroid anabolik-androgen, agonis beta-2, analgesik narkotik, hormon, serta peptida.
1. Stimulan
Stimulan termasuk doping yang dapat meningkatkan kewaspadaan dan kemampuan dalam mengatasi kelelahan dengan meningkatkan detak jantung dan aliran darah.
Dalam pelatihan, stimulan digunakan untuk meningkatkan intensitas sesi.
Hal ini karena menurut jurnal American College of Medical Taxiology, amfetamin sebagai stimulan bisa meningkatkan daya tahan kardio-pernapasan.
Stimulan juga bisa menyebabkan agresi, yang mungkin saja menjadi sebuah keuntungan bagi atlet selama mengikuti kompetisi.
Zat yang termasuk stimulan ialah amfetamin, efedrin, dan kokain. Selain bisa berdampak buruk bagi kesehatan, stimulan dapat memberi efek kecanduan.
Baca Juga: Makan Sebelum Olahraga vs Setelah Olahraga, Lebih Baik Mana?
2. Steroid Anabolik-androgen
Steroid anabolik-androgen merupakan doping yang dapat membantu atlet untuk berlatih lebih keras, meningkatkan massa otot dan kekuatan, serta bisa memulihkan tubuh dengan lebih cepat.
Banyak atlet yang menggunakan zat ini untuk menutupi cedera serius sehingga mereka mencapai masa pemulihan yang cepat setelah latihan keras.
Hal ini pun memungkinkan mereka untuk berlatih kembali dengan lebih keras dan lebih sering.
3. Diuretik
Jenis doping lainnya, yakni diuretik.
Biasanya, diuretik digunakan dalam pengobatan hipertensi, gagal jantung, sirosis hati, gagal ginjal, penyakit ginjal, paru-paru dan untuk mengurangi efek samping dari garam dan/atau retensi air.
Sementara itu, atlet biasa menggunakannya untuk menghilangkan air dari tubuh dan menurunkan berat badan lebih cepat.
Cara ini yang dapat membantu mereka dalam memenuhi kategori berat badan pada olahraga tertentu.
Hal ini karena diuretik meningkatkan laju aliran urin dan ekskresi natrium untuk mengatur volume dan komposisi cairan tubuh atau menghilangkan kelebihan cairan dari jaringan.
Diuretik juga digunakan untuk menutupi agen doping lain karena bisa mengurangi konsentrasinya dalam urin dan dengan mengubah pH urin.
Baca Juga: Kenapa Badan Sakit setelah Olahraga? Ini 6 Cara Mengatasinya
4. Analgesik Narkotik dan Cannabinoid
Dalam istilah medis, narkotika analgesik adalah opioid, yaitu zat yang berperan secara farmakologis seperti zat morfin dan dapat membuat seseorang kecanduan.
Opioid digunakan untuk menutupi rasa sakit yang disebabkan oleh cedera atau kelelahan, sehingga memungkinkan atlet untuk tetap berolahraga meskipun tubuh mereka sedang mengalami kerusakan.
5. Peptida dan Hormon
Peptida, hormon, dan faktor pertumbuhan lain yang biasa digunakan dalam olahraga ialah hormon pertumbuhan manusia (hGH), eritropoietin (EPO), insulin, human chorionic gonadotrophin (HCG), dan adrenocorticotrophin (ACTH).
EPO dapat meningkatkan jumlah sel darah merah karena merupakan oksigen. EPO akan meningkatkan curah dan kekuatan dan mempromosikan sel darah merah.
Lebih banyak sel darah merah berarti lebih banyak hemoglobin dalam darah sehingga menyebabkan tubuh memiliki tingkat oksigen yang lebih tinggi dan energi yang lebih besar.
Sementara itu, gonadotropin atau hGH adalah hormon dengan efek anabolik yang digunakan untuk meningkatkan massa otot dan kinerja atlet.
Baca Juga: Bahaya Tidak Langsung Mandi Setelah Berolahraga
Efek Samping yang Ditimbulkan
Meski doping dapat meningkatkan kinerja sehingga tubuh bisa menjadi lebih kuat saat olahraga, tetapi akan ada lebih banyak dampak buruk yang ditimbulkannya.
Misalnya, stimulan dapat meningkatkan tekanan darah, yang bila dikombinasikan dengan olahraga yang berlebihan, sehingga menghambat mekanisme pendinginan tubuh.
Overheating tersebut bisa menyebabkan dehidrasi dan sirkulasi darah berkurang, kegagalan organ potensial, kolaps tiba-tiba, henti jantung atau pernapasan, hingga kematian.
Doping steroid anabolik-androgen dapat meningkatkan risiko kerusakan ginjal, peningkatan agresi, dan mengganggu keseimbangan alami hormon.
Bahkan, steroid anabolik dapat menyebabkan kebotakan dan jumlah sperma yang rendah pada pria.
Hal ini termasuk peningkatan rambut wajah dan suara yang dalam bagi wanita, serta konsekuensi kesehatan serius lainnya.
Sementara itu, apabila atlet menggunakan diuretik bisa berisiko mengalami dehidrasi berat yang menyebabkan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
Risiko lainnya termasuk hipotensi, kolaps sirkulasi dan episode tromboemboli, aritmia jantung, hipomagnesemia, asam urat, hingga kondisi hiperglikemia.
Diuretik meningkatkan kadar kolesterol dan trigliserida “jahat”, low-density lipoprotein (LDL), menurunkan kolesterol “baik”, dan meningkatkan high-density lipoprotein (HDL).
Penggunaan jenis doping lainnya, seperti EPO juga bisa menyebabkan kejadian trombotik, seperti stroke, hipertensi, serangan jantung, emboli paru, serta telah dikaitkan dengan kanker darah dan anemia.
Baca Juga: 5 Gerakan Senam Ketangkasan untuk Olahraga agar Tubuh Bugar
Itu dia penjelasan mengenai doping dan risiko efek samping yang bisa ditimbulkan sehingga dilarang untuk digunakan.
Jadi, konsultasikan dengan dokter terlebih dahulu apabila ingin menggunakan obat ini, ya.
- https://www.bbc.com/sport/athletics/33997246
- https://www.medicalnewstoday.com/articles/305421
- https://www.acmt.net/cgi/page.cgi/_zine.html/Ask_A_Toxicologist/What_is_doping_and_why_do_athletes_do_this_
Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.
Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan
Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.