Mengenal Toxic Masculinity, Ciri dan Cara Pencegahannya
Toxic masculinity menjadi sebuah istilah yang popular di kalangan masyarakat.
Istilah ini merujuk pada perilaku yang menggambarkan aspek negatif dari sifat maskulin yang terlalu dilebih-lebihkan.
Istilah toxic masculinity atau maskulinitas beracun ini sudah berkembang dari waktu ke waktu dan menjadi perilaku keseharian yang banyak dimiliki kaum pria.
Kita memang tidak menyadari kalau sebenarnya maskulinitas beracun ini sering kita lihat atau bahkan pernah kita hadapi dari orang-orang terdekat.
Maskulinitas beracun sebenarnya adalah hal yang perlu diwaspadai karena jika dibiarkan, maka bisa berdampak buruk.
Tak hanya bagi orang yang mengalaminya, tapi juga bagi orang-orang yang berada di sekitarnya.
Baca Juga: 10 Nama Bayi Laki-Laki yang Terinspirasi dari Bunga, Tetap Maskulin dan Gagah Lho!
Apa Itu Toxic Masculinity?
Toxic masculinity sebenarnya adalah sebuah perilaku seseorang.
Namun saat ini, bisa dianggap sebagai sebuah kebudayaan yang mengakar dalam konstruksi sosial masyarakat patriarki.
Pasalnya, maskulinitas beracun ini selalu ditanamkan kepada anak laki-laki sejak ia masih kecil.
Dalam budaya toxic masculinity, kejantanan akan dianggap sebagai kekuatan. Sementara untuk emosi akan dianggap sebagai kelemahan.
Secara harfiah, maskulinitas sebenarnya mengacu pada kualitas atau penampilan yang secara tradisional akan dikaitkan dengan kaum laki-laki.
Maskulin juga dianggap sebagai sebuah konsep anstral yang dinilai melalui sejumlah karakteristik berdasarkan gender.
Umumnya, para lelaki ini akan dianggap maskulin oleh banyak orang jika memiliki sejumlah karakteristik, seperti memiliki tubuh yang kuat, berkuasa, agresif, penuh kendali, mandiri, setia kawan, hingga suka beraksi.
Akan tetapi anggapan seperti itu tidaklah benar seutuhnya karena laki-laki yang juga manusia pasti memiliki sisi sensitif, lemah lembut, dan hal-hal lain yang dianggap sebagai sifat feminim.
Istilah toxic masculinity sebenarnya sudah ada sejak lama sekali, yakni sekitar tahun 1980-an dan 1990-an.
Menurut seorang penulis Emily C.A. Snyder dalam tulisannya di www.nytimes.com, istilah toxic masculinity ditujukan untuk memisahkan sifat-sifat negatif dengan sifat-sifat positif dari laki-laki.
Baca Juga: 13 Rekomendasi Mainan Anak Laki-Laki yang Pasti Disukainya
Bagaimana Bisa Disebut Toxic Masculinity?
Sifat toxic masculinity ini dianggap sebagai sikap yang melebih-lebihkan karakter maskulin yang ada dalam laki-laki.
Hal ini mendorong adanya dominasi, kekerasan, perendahan terhadap kaum perempuan, hingga terjadinya homofobia.
Dalam jurnal Toxic Masculinity dalam Sistem Patriarki, maskulinitas beracun ini bisa berbahaya karena bisa membatasi definisi sifat laki-laki dan mengekang pertumbuhannya nanti dalam masyarakat dan bersosial.
Pembatasan denifisi maskulin akan menimbulkan sebuah konflik dalam dirinya dan juga pastinya di dalam lingkungan laki-laki tersebut.
Ditambah lagi, maskulinitas beracun juga bisa memberikan beban bagi laki-laki yang dianggap tidak memenuhi standar maskulinitas beracun.
Misalnya saja, ada seorang laki-laki yang mudah menangis, maka ia akan dianggap sebagai orang yang tidak maskulin.
Padahal sebenarnya, laki-laki tersebut merupakan orang yang memiliki rasa simpati dan empati tinggi sehingga mudah menangis saat melihat orang lain bersedih.
Tentu saja ajaran seperti itu tidaklah benar dan bisa memicu terjadinya pergolakan batin serta perubahan karakteristik atau sikap pada laki-laki.
Ia bisa menjadi orang yang suka menahan emosi dan kesedihan karena menganggap kalau menangis hanyalah untuk kaum perempuan saja.
Jika sudah seperti itu, maka tak heran kalau pada akhirnya kaum laki-laki bisa rentan terkena depresi dan mudah sekali menjadi seorang yang pemarah.
Selain dampak bagi diri sendiri, maka maskulinitas beracun ini juga bisa berdampak buruk pada orang lain.
Misalnya, bisa berakibat terjadinya perundungan, kekerasan dalam rumah tangga, penyalahgunaan obat-obatan terlarang, hingga kekerasan seksual terhadap pasangan.
Baca Juga: Inspirasi Nama Anak Laki-laki Artis Islami dari Indonesia
Ciri-Ciri Toxic Masculinity
Maskulinitas beracun ini bisa kita ketahui dari beberapa ciri yang dimiliki oleh seorang laki-laki. Ciri-ciri dari sikap toxic masculinity adalah:
1. Selalu Ingin Mendominasi
Ciri dari sikap toxic masculinity yang pertama adalah sikap yang selalu ingin mendominasi terhadap orang lain.
Sikap ini akan terlihat terutama pada saat ia berada di lingkungan yang mayoritasnya perempuan sehingga jiwa maskulinitasnya semakin tinggi.
2. Langsung Emosi dan Main Tangan Saat Pendapatnya Dikritik
Sikap maskulinitas beracun yang kedua adalah emosi yang cepat meninggi hingga bisa main tangan.
Terutama jika pendapatnya dikritik atau ada suatu hal yang tidak berjalan sebagaimana dengan yang ia inginkan.
Inilah yang membuatnya menjadi pribadi egois, tidak pernah mementingkan orang lain, serta mau menang sendiri.
Baca Juga: Ramalan Zodiak Taurus Minggu Ini 21-27 Juni 2021: Merasa Bosan Akibat Rutinitas yang Monoton
3. Sering Mengejek Sesama Teman Laki-laki yang Cengeng
Laki-laki yang memiliki maskulinitas beracun cenderung sering mengejek sesama teman lelakinya yang cengeng alias suka menangis.
Hal ini dikarenakan ia menganggap kalau menangis hanya untuk kaum perempuan saja.
Jadi, kalau ada sesama teman lelaki yang menangis, entah itu karena putus dengan pasangannya atau karena hal lainnya, ia pasti akan mengejek dan mengatakan kalau laki-laki tak seharusnya menangis.
4. Suka Meledek Teman Laki-laki yang Penampilannya Rapi
Selain sering meledek teman laki-lakinya yang suka menangis, ia juga sering meledek teman laki-lakinya yang memiliki penampilan rapi.
Ia beranggapan kalau kerapian hanya dimiliki kaum perempuan saja.
Jadi kalau ada teman laki-laki yang memakai tampilan serba rapi, ia pasti akan meledeknya ingin pergi ke mana atau mengatakan kalau temannya itu tidak pantas berpakaian rapi.
Baca Juga: 55+ Lokasi Vaksin COVID untuk 18+ di Wilayah DKI Jakarta dan Persyaratannya, Catat!
5. Tidak Mau Melakukan Aktivitas yang Dianggap Hanya Milik Perempuan
Salah satu sikap maskulinitas beracun yang bisa dilihat pada laki-laki adalah tidak mau melakukan aktivitas yang mereka anggap hanya milik kaum perempuan saja.
Misalnya, mengasuh anak, memasak, menyapu, berkebun, mengepel, dan lain sebagainya.
Mereka akan beranggapan kalau melakukan hal-hal tersebut, mereka akan dikatakan sebagai perempuan, bukan laki-laki.
6. Mengagungkan Tindakan Berisiko Tinggi
Sikap maskulinitas beracun yang terakhir ini sangat berbahaya, tak hanya bagi diri sendiri tapi juga bagi orang lain.
Orang-orang yang mengalami maskulinitas beracun sangat mengagungkan tindakan yang berisiko tinggi.
Misalnya, cenderung suka berkendara dengan kecepatan yang tinggi, minum alkohol, hingga mengonsumsi obat-obatan terlarang supaya bisa merasakan tingkat pencapaian tertentu.
Pastinya tindakan ini sangatlah berisiko tinggi sehingga maskulinitas beracun harus cepat dicegah secepat mungkin.
Baca Juga: Review Pompa ASI Spectra Q Plus oleh Moms Orami, Mudah Dioperasikan!
Cara Mencegah Toxic Masculinity
Sebenarnya toxic masculinity ini bisa dicegah saat usia anak masih kecil supaya tidak berkelangsungan dan berdampak buruk.
Berikut adalah cara mencegah toxic masculinity yang bisa kita lakukan.
1. Selalu Ajarkan Anak untuk Mengekspresikan Diri dengan Baik
Cara mencegah toxic masculinity yang pertama adalah dengan selalu mengekspresikan diri kepada orang lain.
Ajarkan kalau anak laki-laki juga boleh menangis karena hal itu wajar terjadi dan menangis bukan hanya untuk perempuan saja.
Baca Juga: 18 Inspirasi Nama Bayi Laki-Laki Yunani untuk Si Kecil
2. Hindari Perkataan yang Merendahkan Perempuan
Hindarilah perkataan yang merendahkan perempuan seperti,”jangan berjalan seperti perempuan” atau “jangan berbicara seperti perempuan.”
Jika perkataan seperti itu bisa dihindari, maka anak laki-laki bisa terhindar dari maskulinitas beracun.
3. Selalu Pantau Media Hiburan untuk Anak
Berikutnya adalah selalu memantau media hiburan yang diberikan pada anak.
Hindari konten yang bersifat toxic masculinity dalam film animasi atau buku kesukaannya.
Moms bisa memberikan pengertian kalau hal-hal tersebut tidak boleh dicontoh oleh anak.
4. Belajar Menjadi Rentan
Cara lainnya untuk mencegah toxic masculinity adalah dengan belajar menjadi rentan.
Kerentanan biasanya disamakan dengan kelemahan.
Moms perlu belajar menerima kerentanan diri sendiri.
Ini supaya oada akhirnya bisa membawa pada kesadaran emosional dan menghasilkan empati lebih banyak kepada diri sendiri dan orang lain di sekitar kita.
Itulah sekilas mengenai toxic masculinity yang perlu Moms ketahui. Semoga bisa bermanfaat bagi Moms dan keluarga!
- www.nytimes.com
- https://dppkbpmd.bantulkab.go.id/ppid/toxic-masculinity-ini-yang-perlu-kamu-ketahui/
- https://edgar.ae/articles/how-to-identify-and-deal-with-toxic-masculinity/
Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.
Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan
Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.