Mana yang Benar, Anak Sudah Besar atau Masih Kecil?
“Nak, biar Moms saja yang mengangkat pancinya. Kamu, kan, masih kecil. Nanti pancinya jatuh.”
Secara tidak sadar, kita sering menggunakan standar ganda pada anak kita. Saat melarang, kita menggunakan kata-kata “kamu, kan, masih kecil”, tapi saat anak manja kita gunakan kata-kata “kamu, kan, sudah besar”.
Standar ganda yang kita terapkan ini sebenarnya membingungkan anak, tapi juga membuat dirinya memanfaatkan legitimasi yang kita berikan. Ia masih berpikir sederhana dan belum memahami lebih dalam mengenai tanggung jawab dan konsep besar-kecil.
Usia balita adalah usia di mana dirinya mengalami fase otonomi dan inisiatif diri. Ia merasa berhak melakukan semua sesuai keinginannya. Anak akan melihat dari apa yang dilihatnya saja.
Bila ia melihat anak kecil digendong, ia menyetarakan dirinya dengan anak kecil tersebut sehingga merasa dirinya juga harus digendong.
Ketika anak melihat pekerjaan tertentu yang hanya dilakukan orang dewasa, ia juga menyetarakan dirinya dengan orang dewasa, sehingga merasa dirinya harus diperbolehkan melakukannya juga. Anak ingin menunjukkan bahwa dirinya mampu melakukan pekerjaan orang dewasa.
Kemampuan memanipulasi yang sedang berkembang pada anak akan membuat anak memanfaatkan standar ganda ini untuk mendapatkan keinginannya.
Terkadang, orang tua tidak sadar telah mengikuti manipulasi mereka dengan mengikuti keinginan mereka. Terutama bila orang tua merasa bersalah karena sering meninggalkan anak untuk bekerja. Orang tua akan mengabulkan keinginan anak untuk selalu digendong, misalnya.
Ketika anak mulai memakai legitimasi tersebut untuk mendapatkan apa yang ia inginkan, sebaiknya kita jangan terjebak dan mengubah pola mengasuh kita.
Berikut adalah cara-cara yang dapat dilakukan agar Moms tidak terjebak dengan standar ganda dan dijebak anak dengan memanfaatkan status besar-kecilnya untuk mendapatkan keinginannya.
Hilangkan kata-kata yang melegitimasi anak
Saat anak mulai melegitimasi dirinya sebagai 'masih kecil' atau 'sudah besar', sebaiknya kita tidak ikut membenarkannya. Ubah cara bicara kita saat kita melarang sesuatu.
Misalnya, saat kita melarang anak yang ingin membantu mengangkat panci panas karena berbahaya dan dirinya belum kuat untuk mengangkatnya, katakan: “Nak, biar Moms yang angkat panci. Kamu angkat sendok pancinya saja, ya.” Jelaskan mengapa ia tak boleh mengangkat panci panas tersebut.
Demikian juga saat anak minta digendong padahal tubuhnya sudah cukup berat. Daripada melegitimasi anak dengan mengatakan “Kamu, kan, sudah besar”, Moms bisa mengatakan “Badan kamu berat lho, kok minta digendong? Yang digendong itu adik bayi yang belum bisa jalan.”
Dengan tidak melegitimasi keinginan anak, kita mengajarinya bahwa banyak hal yang harus dipertimbangkan sebelum memutuskan memenuhi keinginannya atau tidak, di antaranya hal-hal seperti risiko, upaya, kemampuan, serta situasi yang berkaitan.
Dengan memberi pengertian, anak akan memahami dampak yang terjadi bila ia tetap memaksakan kehendaknya.
Beri pengalaman baru
Bila anak sulit diberi tahu, arahkan dengan memberikan pengalaman baru pada anak. Dalam kasus mengangkat panci panas, tunjukkan tutup panci yang dibuka dan mengeluarkan uap panas.
Jelaskan bagaimana panci tersebut berisi air yang panas sekali. Bila anak masih bersikeras melakukannya, alihkan dengan memberi pengalaman baru yang tidak menyenangkan seperti mencipratkan setetes air panas pada tangannya agar ia merasakan panasnya.
Ia akan mengerti mengapa kita melarangnya, tanpa melegitimasinya sebagai anak kecil. Kemudian anak akan merasa tidak nyaman dan mengurungkan niatnya.
Konsisten
Ketika kita bilang anak sudah besar dan tidak akan digendong, kita harus konsisten dengan perkataan kita itu. Ketidakkonsistenan kita akan memperkuat pendapatnya bahwa dirinya memang masih kecil.
Dengan bersikap konsisten, anak akan lebih mudah diarahkan untuk bertindak dan melakukan hal-hal yang sesuai kemampuan seusianya. Anak bisa berjalan sendiri tanpa harus digendong dan memang mampu untuk berjalan.
Biarkan anak belajar mengenai besar-kecil dari keseharian
Anak usia balita sudah dapat membedakan konsep besar dan kecil. Ia bisa membedakan tubuhnya yang lebih besar dari adik bayi dan lebih kecil dari kakaknya. Pelajaran ini didapat dari pembicaraan sehari-hari yang ia alami bersama keluarganya.
Anak memahami saat dibandingkan dengan bayi yang belum bisa apa-apa atau dibandingkan dengan kakak atau sepupunya yang tubuhnya lebih besar. Biarlah pelajaran mengenai besar-kecil ini didapatkan dari kesehariannya.
Jangan mengecilkan atau bahkan melebih-lebihkan usia anak agar anak tidak merasa tidak dihargai, dan sebaliknya, merasa sudah bebas melakukan semua hal. Berikan pengertian yang baik dan upayakan agar anak mengerti mengapa kita tidak menuruti kemauannya, sehingga anak belajar mengenai konsekuensi dan penalaran yang baik.
Apakah Moms juga sering tidak konsisten dengan mengatakan "Kamu, kan, sudah besar" tapi juga masih mengucapkan "Kamu masih kecil, Nak" kepada anak?
(HEI)
Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.
Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan
Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.