Mitos dan Fakta Penggunaan Antidepresan Saat Hamil, Moms Perlu Tahu!
Bagi sebagian Moms, masa kehamilan merupakan saat yang membahagiakan. Tetapi, ada juga ibu hamil yang tengah berjuang dengan depresi. Tak jarang, mereka diberikan obat resep seperti antidepresan untuk menghindari hal-hal yang tak diinginkan.
Namun, dokter mencurigai banyak yang tidak mendapatkan bantuan yang mereka butuhkan.
”Kami tidak pernah menyarankan seorang wanita hamil pergi tanpa obat untuk diabetes. Tetapi, orang masih melihat perawatan medis untuk depresi sebagai pilihan,” ujar Catherine Birndorf, MD, seorang psikiater dan direktur pendiri Program Wanita Payne Whitney di New York Presbyterian Hospital- Pusat Medis Weill Cornell di Kota New York.
Menurut Mayo Clinic, Jika Moms mengalami depresi yang tidak diobati, Moms mungkin tidak mencari perawatan pranatal yang optimal atau makan makanan sehat yang Moms dan Si Kecil butuhkan.
Tetapi, ada beberapa anggapan bahwa mengonsumsi antidepresan saat hamil dapat memberikan dampak tertentu.
Mengalami depresi berat selama kehamilan dikaitkan dengan peningkatan risiko kelahiran prematur, berat badan lahir rendah, penurunan pertumbuhan janin atau masalah lain bagi bayi.
Depresi yang tidak stabil selama kehamilan juga meningkatkan risiko depresi pascapersalinan dan kesulitan menjalin ikatan dengan bayi.
Pada tahun 2019, Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menerbitkan laporan tentang tingkat depresi pada wanita yang melahirkan di rumah sakit antara tahun 2000-2015. Menurut data, tingkat depresi pada tahun 2015 adalah tujuh kali lebih tinggi daripada tahun 2000.
Penelitian sebelumnya yang diterbitkan pada tahun 2007 telah mengindikasikan bahwa tingkat depresi di antara wanita hamil adalah antara 12 dan 15 persen.
Menurut laporan 2012 dari CDC, depresi pada kehamilan sering tidak terdiagnosis. Dari semua orang yang didiagnosis menderita depresi (apakah mereka hamil atau tidak), hanya sekitar setengahnya yang mendapat perawatan. Sekitar 39% orang hamil diberi resep obat untuk mengobati depresi.
Baca Juga: 3 Jenis Olahraga yang Bisa Hilangkan Depresi
Mitos Pemakaian Antidepresan Saat Hamil
Foto: Orami Photo Stock
Nah, beberapa Moms yang terkena depresi enggan melakukan pengobatan. Lantaran, terkena beberapa mitos antidepresan saat hamil, seperti berikut ini.
1. Antidepresan Sebabkan Autisme
FAKTA: Sebuah studi di Journal American Medical Association Pediatrics membuat beberapa ibu hamil panik. Kesalahan membaca dalam penelitian ini memproyeksikan bahwa penggunaan antidepresan saat hamil di trimester kedua dan ketiga kehamilan dapat meningkatkan risiko anak terkena autisme hingga lebih dari 80 persen.
Kenyataannya, tidak seperti itu Moms.
“Risiko memiliki anak dengan autisme ini bukan bentuk diagnosis, tetapi dievaluasi. Angkanya dari 7 anak yang lahir dari 1.000 ibu tanpa obat antidepresan, menjadi 12 anak yang lahir dari 1.000 ibu yang menggunakan antidepresan. Peningkatannya adalah 0,5 persen,” kata Alison Stuebe, M.D., profesor kedokteran maternal di Fakultas Kedokteran Universitas Carolina Utara di Chapel Hill, mengutip Parents.com.
Lebih lanjut, penelitian lain menunjukkan tidak ada peningkatan diagnosis autisme ketika seorang ibu mengonsumsi antidepresan saat hamil, atau peningkatan yang sangat kecil (kurang dari 1 persen).
Sehingga manfaat pengobatan jauh lebih besar daripada risiko dari penggunaan obatnya.
Baca Juga:Hindari Depresi Pasca Kehamilan dengan Memahami Trimester Keempat
2. Antidepresan Sebabkan Masalah Jantung Bayi
FAKTA: Mengutip Parents.com, satu dekade lalu, sebuah penelitian terkemuka menghubungkan selective serotonin reuptake inhibitor (SSRIs), jenis antidepresan yang umum diresepkan, dengan kondisi jantung dan paru yang jarang disebut hipertensi paru persisten pada bayi baru lahir (PPHN).
Selain itu, penelitian lain menghubungkan obat-obatan dengan kelainan jantung bawaan.
Pada 2006, temuan ini mendorong FDA untuk memperingatkan dokter agar tidak meresepkan penggunaan antidepresan saat hamil.
Namun, FDA mundur pada pendiriannya pada tahun 2011, ketika penelitian yang lebih luas menganggap risiko jantung dapat diabaikan (angka risikonya antara 0-1 persen) dan penelitian dari awal 2000-an sangat 'cacat'.
Sedangkan untuk risiko PPHN, secara keseluruhan, penelitian masih belum mendukungnya.
3. Tak Perlu Antidepresan Saat Hamil
FAKTA: Depresi yang tidak diobati dapat membawa bahaya serius. Calon ibu yang tertekan lebih cenderung melewatkan pemeriksaan kehamilan dan membuat keputusan yang tidak sehat tentang diet, merokok, dan alkohol.
Akibatnya, peluang mereka untuk melahirkan prematur dan memiliki bayi dengan berat badan rendah meningkat.
Bayi yang baru lahir juga tampaknya merasakan perasaan sedih ibu mereka: Mereka sering lebih rewel, kurang aktif, dan kurang responsif dibandingkan bayi yang lahir dari ibu yang tidak memiliki depresi.
Tetapi itu tidak berarti bahwa setiap ibu hamil dengan depresi memerlukan obat-obatan. Penelitian menunjukkan bahwa beberapa bentuk terapi dan perubahan gaya hidup bisa efektif juga.
Jika Moms menggunakan antidepresan saat hamil dan depresi ringan atau sedang, Moms dapat mengurangi dosis atau menghentikan pengobatan.
Mintalah rujukan ke dokter untuk profesional kesehatan mental yang dapat membantu. Tetapi jika Moms membutuhkan antidepresan selama kehamilan, tidak apa-apa.
Sementara itu menurut Tommys.org, antidepresan saat hamil pun tak sembarang diberikan karena harus mengikuti beberapa ketentuan yang bisa menjadi pertimbangan.
Misalnya seperti langkah pengobatan apa yang terbaik untuk tahap kehamilan, apa kondisi kesehatan mental yang dimiliki, bagaimana kondisi Moms, seberapa cepat reaksi buruknya kembali jika Moms berhenti minum obat.
Selain itu, diperhatikan juga obat apa yang telah membantu Moms, adakah obat yang menyebabkan efek samping, dan apa saja perawatan lain yang sedang dilakukan.
Baca Juga: 3 Masalah Kesehatan Mental yang Paling Sering Dihadapi Orang Modern
Tetap Konsultasikan ke Dokter untuk Pengobatan
Foto: Orami Photo Stock
Jika Moms memutuskan untuk minum obat antidepresan saat hamil, Moms harus ditawari jenis dengan risiko paling kecil untuk Moms maupun Si Kecil.
Bila Moms ingin menghentikan pengobatan ketika hamil, dokter harus berbicara dengan Moms tentang alasan ingin berhenti minum obat dan tentang risikonya, jika ada, untuk Moms maupun bayi.
Tetapi, bila Moms memahami risikonya pada Moms dan janin, dan masih memutuskan untuk berhenti minum obat, dokter harus berbicara kepada Moms tentang menjalani terapi perilaku kognitif.
Makan dengan baik, cukup tidur, aktif secara fisik, dan menghindari narkoba dan alkohol menguntungkan kesejahteraan semua orang, dan pertimbangan ini sangat penting bagi Moms yang hamil.
Tuntutan kehamilan dirasakan dalam pikiran maupun tubuh, serta menjalani kehamilan yang sehat membutuhkan perawatan kesehatan fisik dan mental. Tetap semangat ya, Moms!
Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan
Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.