Mengenal Afasia, Gangguan Berkomunikasi yang Disebabkan oleh Kerusakan Otak
Jika Moms masih muda namun sering kali keliru saat berbicara, bisa jadi mengalami gangguan afasia.
Umumnya, gelaja afasia dapat berupa kesulitan membaca, mendengarkan, berbicara, mengetik atau menulis.
Sebuah penelitian Uppsala University, meski tidak memengaruhi kecerdasan penderita, afasia dapat berdampak pada kemampuan penderitanya untuk berkomunikasi.
Penderita afasia kadang-kadang dapat menempatkan suara yang salah dalam sebuah kata, memilih kata yang salah, atau menggabungkan kata-kata secara tidak benar.
Afasia juga dapat hadir dengan gangguan lain, bisa berupa kesulitan visual, masalah mobilitas, kelemahan anggota badan, dan masalah dengan memori atau keterampilan berpikir.
Yuk, ketahui lebih lanjut mengenai gangguan afasia!
Baca Juga: Blighted Ovum (Kehamilan yang Tidak Berkembang): Penyebab, Ciri, dan Cara Mengatasinya
Apa Itu Afasia?
Foto Orang Sedang Mengobrol (Orami Photo Stock)
Melansir StatPearls Journal, afasia adalah salah satu gangguan otak yang menyebabkan penderitanya mengalami kesulitan dalam berkomunikasi.
"Afasia merupakan gangguan pada kemampuan berbahasa, yang dapat menghambat keterampilan untuk mengekspresikan, memahami bahasa, serta kemampuan membaca dan menulis," jelas dr. Nurul Paramita, M.Biomed, Sp.KFR, Dokter Spesialis Kedokteran Fisik & Rehabilitasi Medik RS Pondok Indah – Pondok Indah.
Umumnya penderita kondisi ini hanya mengalami kesulitan pada salah satu jenis kemampuan dalam berkomunikasi, seperti hanya mengalami kesulitan membaca, atau hanya sulit merangkai kata-kata.
Namun, hampir semua penderita kondisi ini akan merasakan kesulitan untuk menemukan atau mengingat kata, seperti nama tempat, nama orang, dan nama benda.
Mereka cenderung menggunakan kata-kata yang salah dan mengubah pengucapannya.
Contohnya, mereka akan mengatakan, “piring pencuci”, padahal yang dimaksud adalah “pencuci piring.”
Hal ini karena mereka tidak melakukannya dengan sengaja (bahkan tidak menyadarinya), mereka dapat merasa frustrasi ketika orang lain tidak memahami apa yang berusaha mereka ungkapkan.
Gangguan ini juga dapat memengaruhi keterampilan mendengar dan membaca. Namun, ini tidak berdampak apa pun terhadap kecerdasan.
Kondisi ini dapat terjadi pada siapa saja, namun paling banyak dialami oleh lansia dengan tingkat keparahan yang bervariasi. Ini dapat terjadi pada tingkat ringan hingga pada tingkat berat atau parah.
Penderita yang mengalami afasia yang cukup parah tidak akan bisa berkomunikasi dalam bentuk apapun.
Baca Juga: 6 Fakta Qusthul Hindi, Obat Herbal untuk Mengatasi Masalah Tenggorokan dan Paru-paru
Gejala Afasia
Foto Wanita Sedang Mencatat (shutterstock.com)
Gejalanya akan bervariasi pada setiap orang bergantung pada jenisnya, bagian otak yang mengalaminya, dan luas area otak yang terkena.
Namun, gejala-gejala afasia berikut ini merupakan gejala yang paling umum dan sering tampak pada penderitanya, meliputi:
- Kesulitan mengekspresikan diri dalam menemukan kata-kata yang sesuai ketika berbicara atau menulis.
- Kesulitan memahami percakapan saat berinteraksi dengan orang lain.
- Kesulitan menggunakan angka dan mengerjakan soal matematika.
- Kesulitan membaca.
- Bermasalah dalam mengeja.
- Kesulitan menyusun kata-kata dalam menulis sebuah kalimat.
- Menempatkan kata-kata dalam urutan yang salah.
- Tidak menyadari kesalahan dalam bahasa lisan orang lain.
- Kesulitan mengingat nama, benda, peristiwa, dan tempat.
Baca Juga: Jenis Kelamin saat Lahir Berbeda, Ini Penyebab Perbedaan Hasil USG!
Jenis Afasia
Foto CT Scan (Orami Photo Stock)
Penyakit ini terdiri dari beberapa jenis yang terbagi berdasarkan tingkat keparahannya.
Dilansir dari WebMD, berikut jenis-jenis afasia, antara lain:
1. Afasia Broca
Jenis ini dinamai dari seorang ilmuwan Prancis, Paul Broca, yang pertama kali mengaitkan bentuk afasia ini dengan kerusakan otak tertentu.
Bentuk ini dikenal juga dengan nama afasia tidak lancar atau ekspresif.
Orang dengan bentuk gangguan ini mungkin mengalami kesulitan bicara, tetapi dapat memahami perkataan orang lain.
Saat bicara, ia cenderung menggunakan kalimat yang sangat pendek yang biasanya kurang dari empat kata.
Ia pun sering kesulitan menemukan kata-kata yang tepat.
Beberapa di antaranya pun lebih sulit menggunakan kata kerja daripada kata benda.
Bahkan, saking sulitnya, ia sering merasa frustasi karena sadar dirinya memiliki keterbatasan.
Afasia Broca biasanya terjadi karena kerusakan pada otak yang mengontrol bicara dan bahasa, seperti gyrus frontal inferior pada otak kiri.
Biasanya, ini terjadi akibat stroke atau cedera otak.
Selain kemampuan bicara, penderita afasia ini pun mungkin mengalami kelumpuhan atau kelemahan pada bagian tubuh sisi kanan.
2. Afasia Wernicke
Mirip dengan Broca, jenis Wernicke juga dinamai dari seorang ahli saraf Carl Wernicke yang pertama kali menghubungkan kerusakan pada bagian otak tertentu dengan pola afasia ini.
Kerusakan otak yang dimaksud yaitu di area temporal posterior pada bagian kiri otak.
Ini merupakan bagian otak yang berperan untuk memproses arti kata dan bahasa lisan.
Akibat kerusakan otak tersebut, penderita gangguan ini tidak mampu memahami perkataan orang lain dengan baik atau bahkan dirinya sendiri ketika berbicara.
Namun, orang dengan kondisi ini masih dapat berbicara dengan lancar meski dengan kalimat yang panjang, rumit, tidak masuk akal, atau menggunakan kata yang tidak perlu.
Pengidapnya pun sering kali tidak sadar jika orang lain tidak memahami perkataannya.
Ia juga sering kesulitan untuk membaca dan menulis.
Karena kemampuan bicaranya tak terganggu, jenis afasia ini disebut juga dengan afasia lancar atau afasia reseptif.
Baca Juga: 8 Rekomendasi Tempat Romantis di Bandung dengan Pemandangan Menakjubkan
3. Afasia Global
Jenis afasia ini adalah dampak dari kerusakan pada otak yang cukup parah dan melibatkan kedua bagian otak Broca dan Wernicke.
Area otak ini sangat penting untuk memahami perkataan, mengakses kosakata, menggunakan tata bahasa, dan memproduksi kata dan kalimat.
Inilah mengapa penderita gangguan ini kesulitan untuk memahami perkataan orang lain serta membentuk kata dan kalimat.
Penderitanya pun tidak dapat membaca atau menulis.
Biasanya, kondisi ini terjadi pada pasien setelah menderita gejala stroke atau trauma otak.
Gejala dapat membaik dalam beberapa bulan setelah stroke, terutama jika kerusakan otak belum meluas.
Namun, kerusakan otak yang sudah meluas bisa menyebabkan kecacatan yang parah dan bertahan lama.
4. Afasia Anomik
Dibandingkan tiga jenis di atas, National Aphasia Association menyebut bahwa afasia anomik merupakan salah satu bentuk afasia yang lebih ringan.
Orang dengan bentuk ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
- Sering tidak mampu mengeluarkan kata-kata yang ingin dibicarakan, terutama kata benda dan kata kerja yang signifikan.
- Dapat bicara dengan lancar dan secara tata bahasa benar, tetapi penuh dengan kata-kata yang tidak jelas atau berbelit-belit karena berusaha menjelaskan apa yang ingin diungkapkan.
- Sering mengalami tip of the tongue atau lethologica, yaitu ketika pasien mengetahui sebuah kata, tetapi tidak dapat memikirkan dan mengingatnya serta seperti tertahan di ujung lidah. Hal ini sering membuatnya frustasi.
- Dapat memahami ucapan dengan baik dan dapat mengulangi kata dan kalimat. ‘
- Dapat membaca dengan baik, tetapi sulit menemukan kata-kata yang tepat dan jelas dalam tulisan.
5. Afasia Progresif Primer
Sesuai namanya, afasia progresif primer atau primary progressive aphasia (PPA) adalah jenis afasia yang terjadi secara perlahan dan progresif.
Seseorang dengan bentuk gangguan ini umumnya mengalami gangguan bahasa terlebih dahulu.
Ini bisa berupa afasia Wernicke (lancar) atau Broca (tidak lancar).
Seiring waktu, gangguan ini memburuk dan menyebabkan hilangnya kemampuan untuk membaca, menulis, bicara, dan memahami perkataan orang lain.
Kondisi yang memburuk dapat terjadi selama beberapa tahun.
Namun, fungsi mental lainnya, seperti memori, penalaran, wawasan, dan penilaian, biasanya tidak terpengaruh.
Baca Juga: Mengenal Jerawat Kistik atau Jerawat Batu, Pahami Ciri, Penyebab, dan Cara Menghilangkannya
Penyebab Afasia
Foto Periksa Afasia (shutterstock.com)
Menurut dr. Nurul Paramita, afasia dapat disebabkan karena adanya kerusakan pada bagian otak yang bertanggung jawab dalam menangani kefasihan dalam berbahasa.
Kerusakan pada otak tersebut dapat disebabkan oleh beberapa kondisi, seperti:
- Adanya serangan stroke
- Trauma kepala
- Tumor otak
- Infeksi pada otak
Selain itu, kondisi ini juga dapat terjadi akibat dari penyakit alzheimer.
Baca Juga: 16 Gerakan Peregangan Seluruh Tubuh, Mulai dari Leher hingga Jari Kaki
Diagnosis Afasia
Foto CT Scan (Orami Photo Stock)
Diagnosis afasia diawali dengan tanya jawab seputar gejala yang dialami pasien, serta riwayat kesehatan pasien dan keluarganya.
Selanjutnya, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik secara menyeluruh, termasuk pemeriksaan sistem saraf.
Untuk memastikan diagnosis, dokter akan melakukan pemeriksaan penunjang, seperti:
- Penilaian komunikasi
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengukur kemampuan pasien dalam menulis, membaca, berbicara, memahami percakapan, dan ekspresi verbal.
- Pemindaian otak
Pemindaian dilakukan untuk mendeteksi kerusakan di otak dan tingkat keparahannya.
Pemindaian bisa dilakukan dengan MRI, CT scan, atau positron emission tomography (PET scan).
Cara Mengatasi Afasia
Foto Terapi Wicara (shutterstock.com)
Perawatan seseorang dengan afasia tergantung berdasarkan pada beberapa faktor, seperti faktor usia, cedera otak, jenis, serta posisi dan ukuran lesi pada otak.
Pengobatan untuk kondisi ini bertujuan untuk memperbaiki kemampuan berkomunikasi dan berbahasa, serta mengembangkan metode komunikasi lain yang diperlukan.
Bila kerusakan otak yang terjadi ringan, afasia biasanya bisa sembuh dengan sendirinya.
Namun, pada kasus yang parah, berikut ini pengobatan afasia yang bisa dilakukan:
- Terapi Wicara dan Bahasa
dr. Nurul Paramita juga menjelaskan tentang cara mengatasi afasia dengan melakukan rehabilitasi kemampuan bahasa dan bicara.
Bagi pengidap afasia, terapi ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan mereka untuk berkomunikasi dengan memulihkan sebanyak mungkin bahasa, mengajarkan cara mengembalikan keterampilan bahasa yang hilang, dan menemukan metode komunikasi lain.
- Obat-obatan
Beberapa jenis obat tertentu juga bisa diberikan dokter untuk mengobati afasia.
Obat-obatan yang biasanya diberikan adalah obat yang bekerja untuk meningkatkan aliran darah ke otak, meningkatkan kemampuan pemulihan otak, atau membantu menggantikan bahan kimia yang habis di otak (neurotransmitter).
Baca Juga: Olahraga Tenis Meja: Sejarah, Teknik Dasar, Cara Bermain, Peralatan yang Diperlukan
Cara Mencegah Afasia
Foto Olahraga (Orami Photo Stock)
Afasia biasanya tidak bisa dicegah.
Namun, cara terbaik untuk menghindari afasia adalah dengan mencegah penyebab kerusakan otak, seperti stroke dan menjaga kesehatan otak sebaik mungkin dengan gaya hidup sehat.
Berikut ini gaya hidup sehat untuk mencegah afasia:
- Berhenti merokok
- Mengurangi konsumsi alkohol
- Berolahraga secara teratur
- Mengonsumsi makanan yang rendah sodium dan lemak
- Melakukan langkah-langkah untuk mengontrol tekanan darah dan kolesterol
- Mengambil langkah untuk mengontrol diabetes atau tekanan darah serta penyakit jantung dan pembuluh darah lainnya
- Menjalani perawatan medis segera jika seseorang memiliki gejala stroke
Baca Juga: Cedera Kepala: Gejala, Penyebab, dan Pengobatan yang Tepat
Itu dia Moms informasi terkait gangguan pada otak yaitu afasia yang dapat menyebabkan kesulitan berbahasa dan berkomunikasi.
- https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK559315/
- https://www.diva-portal.org/smash/get/diva2:516701/FULLTEXT01.pdf
- https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/aphasia/diagnosis-treatment/drc-20369523
- https://www.aphasia.org/aphasia-resources/anomic-aphasia/
- https://www.webmd.com/brain/aphasia-causes-symptoms-types-treatments
- https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/5502-aphasia
Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.
Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan
Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.