Fakta Penyakit STSS, Infeksi Bakteri Pemakan Daging
Penyakit Streptococcal Toxic Shock Syndrome (STSS) adalah kondisi yang mengancam jiwa yang disebabkan oleh infeksi bakteri Streptococcus pyogenes atau Streptococcus grup A.
Penyakit ini menyebabkan demam tinggi, sakit otot, dan syok.
Meskipun STSS tergolong langka, penting untuk memahami gejala dan faktor risiko penyakit ini.
Kali ini, dr. Faradiesa Addiena, Sp.PD dari RS Permata Depok akan memberikan penjelasan tentang penyakit STSS. Simak selengkapnya, ya!
Baca Juga: Mengenal Bintik Merah DBD, Timbul saat Demam di Hari Ke-2
Apa Itu Penyakit STSS?
Dokter Fara menjelaskan, STSS disebabkan oleh bakteri Streptococcus pyogenes yang merupakan bagian dari Streptococcus grup A.
STSS dapat pula disebabkan oleh kelompok bakteri lain seperti strep B, C dan G. Namun yang paling umum adalah Strep A.
Melansir dari laman US Center for Disease Control and Prevention, STSS dapat terjadi ketika bakteri ini memasuki aliran darah atau jaringan tubuh, memicu reaksi inflamasi yang parah.
Meskipun jarang terjadi, peningkatan kasus STSS telah dilaporkan di beberapa negara, termasuk Jepang, di mana kasus-kasusnya melonjak dalam beberapa waktu terakhir.
Oleh karena itu, penting untuk mengenali gejala dan memahami langkah-langkah pencegahan yang dapat diambil untuk mengurangi risiko terkena infeksi ini.
Baca Juga: Gejala dan Dampak Malaria pada Ibu Hamil, Waspadai!
Gejala Penyakit STSS
Dokter Fara menjelaskan, pada STSS, bakteri Streptococcus menghasilkan racun yang dapat menyebabkan respon imun yang berlebihan pada sebagian orang.
Penyakit ini dapat berkembang menjadi kondisi yang mengancam jiwa dalam hitungan jam dan memiliki tingkat kematian yang tinggi.
Tanda dan gejala awal STSS sering kali menyerupai penyakit virus umum, terutama pada lansia, sehingga sulit untuk didiagnosis.
"Gejala tidak khas pada infeksi streptokokus grup A seperti demam, ruam dan mual. Namun, penting untuk mewaspadai tanda-tanda infeksi berat yang menunjukkan sesuatu yang lebih serius yang mungkin terjadi," jelas Dokter Fara.
Tanda-tanda infeksi berat meliputi rasa kantuk, lesu, pernapasan cepat, ruam yang berubah dengan cepat, nyeri otot, dan penurunan kesadaran.
Mekanisme sindrom ini belum sepenuhnya dipahami, namun diyakini bahwa kombinasi antara respons tubuh terhadap infeksi streptokokus, toksin yang dihasilkan (enterotoksin), serta aktivitas dari sistem imun memainkan peran penting.
STSS kadang-kadang muncul bersamaan dengan kondisi yang disebut necrotizing fasciitis, yang juga disebabkan oleh Streptococcus grup A, yaitu bentuk infeksi yang dapat menghancurkan jaringan.
Hal ini terjadi ketika sel-sel kulit mati sebagai respons terhadap racun yang dihasilkan oleh bakteri.
Baca Juga: Bahaya Telur Lalat di Makanan, Bisa Jadi Infeksi Bakteri!
Penularan Penyakit STSS
STSS disebabkan oleh bakteri yang dikenal sebagai Streptokokus grup A, jenis yang sama yang dapat menyebabkan radang tenggorokan.
Namun, radang tenggorokan akibat infeksi strep A tidak sama dengan STSS.
Infeksi radang tenggorokan akibat strep A, yang menyebabkan nyeri tenggorokan dan demam, cukup umum terjadi.
Bakteri yang sama juga dapat merusak permukaan kulit, menyebabkan kemerahan.
Dalam kasus yang jarang terjadi dan pada individu dengan risiko tinggi, infeksi ini dapat menjadi "invasif," menyebar jauh ke bawah kulit.
Ketika hal ini terjadi, kondisi dapat dengan cepat memburuk dan berkembang menjadi STSS.
Dokter Fara menyebutkan beberapa cara penularan penyakit STSS, yakni:
- Luka terbuka atau cedera kulit
- Kontak dengan permukaan atau objek yang terkontaminasi
- Kontak langsung dengan cairan tubuh orang yang terinfeksi
Baca Juga: Mengenal Staphylococcus, Bakteri yang Menyebabkan Berbagai Masalah Infeksi dalam Tubuh
Cara Mencegah Penularan STSS
Untuk mencegah penularan penyakit STSS, Moms dapat mengikuti langkah-langkah berikut:
- Mencuci tangan dengan sabun dan air bersih secara teratur: Kebiasaan ini sangat penting karena dapat menghilangkan kuman dan bakteri yang mungkin ada di tangan, sehingga mencegah penyebaran infeksi.
- Menjaga kebersihan luka dan menutupnya dengan perban steril: Membersihkan luka dengan benar dan menutupnya dengan perban steril dapat mencegah bakteri masuk ke dalam tubuh melalui luka terbuka, mengurangi risiko infeksi.
- Menghindari kontak dekat dengan orang yang terinfeksi: Menghindari kontak langsung dengan orang yang terinfeksi STSS atau infeksi Streptokokus lainnya dapat mengurangi risiko tertular penyakit tersebut.
- Menggunakan perlindungan diri seperti sarung tangan saat merawat luka: Saat merawat luka, terutama jika Moms merawat orang lain, menggunakan sarung tangan dapat membantu melindungi diri dari paparan bakteri yang dapat menyebabkan infeksi.
Pengobatan Penyakit STSS
Dokter Fara menjelaskan, saat ini belum ada vaksin khusus untuk mencegah Streptococcus pyogenes yang menyebabkan STSS atau necrotizing fasciitis.
Meski begitu, ada beberapa pengobatan yang bisa diberikan pada penderita STSS, di antaranya:
- Pemberian antibiotik untuk melawan infeksi bakteri
- Perawatan suportif seperti cairan intravena dan pemantauan fungsi organ
- Operasi untuk menghilangkan jaringan yang terinfeksi (debridement)
Peluang sembuh bagi penderita STSS bergantung pada seberapa cepat diagnosis dan pengobatan dilakukan.
Jika diobati dengan cepat dan agresif, peluang sembuh dapat meningkat, meskipun tingkat kematian masih cukup tinggi.
Terutama jika infeksi telah menyebar luas atau menyebabkan kerusakan organ yang berat.
Baca Juga: Penyakit Tipes: Penyebab, Gejala, dan Cara Mengobatinya!
Demikian penjelasan dokter seputar penyakit STSS yang diakibatkan bakteri pemakan daging.
Dengan melonjaknya kasus di beberapa negara, kita perlu lebih berhati-hati untuk menjaga kesehatan dan kebersihan tubuh, ya!
- https://www.cdc.gov/group-a-strep/about/streptococcal-toxic-shock-syndrome.html
- https://www.sydney.edu.au/news-opinion/news/2024/06/25/what-is-streptococcal-toxic-shock-syndrome--.html
Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.
Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan
Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.