3 Tahapan Kondisi Kesehatan Mental Saat Pandemi COVID-19, Wajib Tahu!
Pandemi COVID-19 tidak hanya berdampak pada kondisi kesehatan fisik seseorang, tetapi juga kondisi kesehatan mental. Apalagi dengan banyaknya informasi yang didapat, serta ragam kebijakan dari pemerintah.
Moms dan keluarga juga harus beradaptasi dengan siklus, rutinitas, dan lingkungan baru untuk menyesuaikan diri di tengah pandemi. Hal ini memengaruhi kesehatan mental saat pandemi COVID-19.
Dalam The New England Journal of Medicine, menyebutkan studi bahwa orang yang dikarantina mengungkapkan banyak bentuk dampak emosional, termasuk stres, depresi, lekas marah, susah tidur, ketakutan, kebingungan, kemarahan, frustrasi, kebosanan.
Faktor spesifiknya termasuk durasi karantina yang lebih lama, persediaan kebutuhan yang tidak memadai, kesulitan mendapatkan perawatan medis dan obat-obatan, dan dampak dari kerugian finansial.
Lalu, seperti apa tahapan kondisi perilaku yang dialami masyarakat, dan bagaimana penjelasannya? Baca lebih lanjut berikut ini, Moms.
Baca Juga: Perhatikan dengan Seksama, Ini 4 Tanda Gangguan Kesehatan Mental pada Anak
Tahapan Kondisi Kesehatan Mental Saat Pandemi COVID-19
Foto: Orami Photo Stock
Setiap orang akan berada dalam tahap psikologis yang berbeda, tergantung pada ketahanan terhadap stres, latar belakang kesehatan mental, dampak disrupsi pandemi COVID-19 terhadap sosial ekonomi, dan support system yang tersedia.
"Pada umumnya, Anda mengalami tiga tahap/strata kondisi perilaku, yaitu tahap disrupsi, tahap kebingungan dan ketidakpastian, yang berujung pada tahap penerimaan," jelas dr. Leonardi Goenawan, Sp.KJ, Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa di RS Pondok Indah - Puri Indah dan Bintaro Jaya.
1. Tahap Disrupsi (Kekacauan)
Seseorang akan mengalami perubahan pola hidup, perubahan rutinitas sehari-hari, hilangnya kebebasan karena harus hidup dalam karantina atau di rumah saja dan tidak bepergian.
"Ragam informasi yang beredar membuat hidup semakin mencekam. Tidak sedikit orang mengalami kecemasan tinggi karena khawatir tertular, sulit konsentrasi, diikuti perubahan pola makan dan pola tidur," jelas dr. Leonardi.
Kesehatan mental saat pandemi COVID-19 ini juga bisa berdampak terhadap penyakit kronis yang sudah lama dialami mulai kembali tidak stabil, termasuk gangguan-gangguan psikis yang sebelumnya pernah dialami.
Baca Juga: Bagaimanakah Kesehatan Mental Bisa Mempengaruhi Program Hamil?
2. Tahap Kebingungan dan Ketidakpastian
Pada tahap kesehatan mental saat pandemi COVID-19 ini, seseorang akan merasa lelah secara mental karena tidak ada kepastian, hilang kendali, dan terhentinya sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Kualitas hidup dengan sendirinya menurun, berbagai hal yang biasa dengan mudah terpenuhi, saat ini menjadi mustahil. Di samping daya beli yang menurun drastis, ketersediaan barang juga menjadi langka.
Semua rencana yang sebelumnya terasa sangat mudah dan bisa digapai dalam waktu yang terukur, kini hanya jadi angan-angan. Kehidupan berjalan lambat, penuh kejenuhan, dan kekhawatiran.
"Situasi kecemasan ini dapat meningkatkan konsumsi rokok, alkohol, dan penyalahgunaan obat yang mungkin pada awalnya dimaksudkan untuk meringankan beban pikiran," terang dr. Leonardi.
3. Tahap Penerimaan dengan Standar Normal Baru
Saat seseorang telah berhasil melampaui tahap sebelumnya, maka akhirnya timbul sikap penerimaan tanpa syarat terhadap kondisi yang ada, diikuti berbagai perubahan dalam pola hidup dan kebiasaan.
Kondisi kesehatan mental ini merupakan tahapan penerimaan terhadap pandemi COVID-19.
Kemampuan adaptasi ini membuat seseorang mampu mengembangkan kebiasaan baru dan memandang kehidupan lebih realistis terhadap situasi yang sebelumnya dianggap sebagai kekacauan pada aspek kehidupannya.
Beberapa perubahan yang mulai dilakukan pada mereka yang telah mencapai tahap ini adalah:
- Mulai terbentuk gaya hidup "stay at home" (menurunnya mobilitas, belanja online, orang lebih selektif dalam belanja (kebutuhan vs keinginan), pemilihan makanan lebih praktis, dan lain-lain.
- "Back to basic" (lebih banyak aktivitas dilakukan di rumah, muncul kembali bahan-bahan tradisional untuk menjaga kesehatan, dan lain-lain).
- Optimalisasi virtual (work-from-home, kelahiran generasi Zoom, telemedicine, dan lain-lain)
- Timbulnya kebersamaan, serta rasa senasib sepenanggungan
Baca Juga: Ini Pentingnya Me Time untuk Kesehatan Mental
Tips Atasi Stres di Tengah Situasi yang Menekan
Foto: Orami Photo Stock
Namun, tidak semua orang memiliki ketangguhan yang sama untuk mencapai tahap penerimaan. Mereka yang biasanya mudah tertekan, akan merasakan dampak pandemi ini lebih berat.
Untuk menyiasati situasi tertekan dan tidak mengalami stres yang berlarut-larut sebagai dampak dari kesehatan mental saat pandemi COVID-19, Moms dapat menerapkan beberapa langkah berikut:
1. Istirahatkan Diri
Berikan waktu istirahat dari menonton, membaca, atau mendengarkan berita, termasuk media sosial. Mendengar info pandemi berulang kali bisa membuat hanyut dalam kekhawatiran yang berlebihan.
Memahami fakta yang akurat dan benar tentang COVID-19 akan membuat Moms terhindar dari stres berlebihan.
Baca Juga: Ini Dampak Gangguan Kesehatan Mental Jika Tidak Diatasi, Jangan Anggap Enteng!
2. Pelihara Kesehatan Tubuh
Pelihara baik-baik kesehatan tubuh dan lakukan olahraga ringan secara teratur, seperti latihan napas, stretching, yoga, atau meditasi, sebagai cara untuk menjaga kesehatan mental saat pandemi COVID-19.
Makan makanan yang sehat dan gizi seimbang, serta berolahraga secara teratur, dan jaga waktu tidur dengan cukup. Hindari penggunaan alkohol, rokok, dan obat-obatan yang tidak perlu.
3. Berikan Waktu Santai Sejenak
Lakukan beberapa aktivitas lain yang disukai. Semakin rutin melakukan aktivitas fisik, maka semakin rendah tingkat stres yang dimiliki. Kesehatan mental saat pandemi COVID-19 akan jadi lebih baik.
Aktivitas fisik dan olahraga terbukti penting dalam manajemen stres yang efektif, karena dapat menurunkan kadar hormon-hormon stres seperti adrenalin dan kortisol dalam tubuh.
Pada saat yang sama aktivitas fisik menstimulasi produksi endorfin, yaitu bahan kimia yang diproduksi oleh otak dan berfungsi sebagai pereda rasa sakit. Endorfin juga dapat menghasilkan perasaan relaks dan optimisme.
4. Jalin Komunikasi dengan Orang Terdekat
Meskipun untuk sementara tidak bisa melakukan kumpul dengan orang terdekat, tetap jalin komunikasi dengan orang-orang terdekat sebagai cara mengelola kesehatan mental saat pandemi COVID-19.
Bicaralah dengan orang yang dipercaya tentang perasaan dan kekhawatiran yang dialami. Cara ini akan meringankan sebagian beban yang dirasakan di tengah ketidakpastian ini.
Baca Juga: Organisasi Kesehatan Dunia Sebutkan 6 Syarat New Normal, Ini Penjelasannya
Usai Tahap Penerimaan dan Keadaan "New Normal"
Foto: Orami Photo Stock
Setelah melewati tahap penerimaan dalam menghadapi pandemi COVID-19, seseorang akan mulai terbiasa dengan kondisi the new normal.
"Pada tahap ini diharapkan Anda sepenuhnya tidak lagi merasa terganggu, bahkan sudah mulai nyaman dengan semua perubahan yang berhubungan dengan adanya pandemi," kata dr. Leonardi.
Organisasi Kesehatann Dunia (WHO) menyebutkan, pentingnya kolaborasi antara negara, pemerintah, tenaga kesehatan, serta masyarakat dalam menangani pandemi COVID-19 dan menuju new normal ini.
Kehidupan Moms sudah mulai kembali produktif dan menyenangkan untuk dijalani. Oleh karena itu, berikut ini beberapa hal utama agar dapat tenang menerima keadaan new normal:
- Menjaga kesehatan fisik dan mental seoptimal mungkin
- Sikap menerima tanpa syarat dan realistis
- Memelihara optimisme dan menyadari sepenuhnya bahwa hidup itu dinamis
- Jangan pernah berhenti belajar sesuatu yang baru
- Melihat ke belakang hanya sebagai referensi dan belajar dari kesalahan di masa lalu
- Fokus pada progress bukan pada kesempurnaan
- Langkah kecil selalu lebih baik daripada tidak melangkah
Kesehatan mental di masa pandemi COVID-19 perlu diperhatikan. Jika tidak, dapat berdampak pada memburuknya relasi dengan sesama dan kesehatan fisik.
Bila Moms memerlukan pertolongan dari tenaga profesional untuk menjalani masa pandemi ini, jangan ragu untuk berkonsultasi dengan dokter spesialis kedokteran jiwa atau psikolog.
Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.
Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan
Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.