06 Mei 2020

Silent Hypoxia, Gejala Baru COVID-19 yang Menyerang Diam-diam

Gejala ini cukup mengkhawatirkan para dokter dan ahli.

Semakin bertambahnya pasien COVID-19, dokter dan tim medis menemukan gejala lainnya yang tampaknya tengah banyak terjadi dan mengkhawatirkan, yaitu happy atau silent hypoxia.

Mengutip Live Science, pasien dengan kondisi ini memiliki kadar saturasi oksigen darah yang sangat rendah dan hampir tidak bisa bernapas, tetapi mereka merasa baik-baik saja.

Ketahui lebih lanjut tentang penjelasan dari kondisi ini, dan mengapa gejalanya cukup mengkhawatirkan tim dokter.

Baca Juga: Daftar Rujukan Rumah Sakit COVID-19 di Indonesia

Silent Hypoxia Tampak 'Jinak' dari Gangguan Pernapasan Akut Lainnya

silent hypoxia COVID-19-1
Foto: silent hypoxia COVID-19-1

Foto: Orami Photo Stock

Apa yang membuat kondisi ini berisiko, pasien COVID-19 dengan gejala silent hypoxia cukup sakit, tetapi penyakitnya tidak tampak seperti sindrom gangguan pernapasan akut lainnya.

Paru-paru pasien dengan kondisi ini tidak efektif dalam mengoksigenasi darah, tetapi mereka justru merasa waspada dan bahkan relatif baik.

"Tingkat oksigen darah normal itu sekitar 97 persen, dan akan mengkhawatirkan ketika turun di bawah 90 persen," terang Dr. Marc Moss, kepala divisi Ilmu Paru-Paru dan Kedokteran Perawatan Kritis di University of Colorado Anschutz Medical Campus.

"Pada tingkat di bawah 90 persen, otak mungkin tidak mendapatkan oksigen cukup, dan pasien bisa mengalami kebingungan, lesu, atau gangguan mental lainnya. Ketika turun ke angka 80-an persen atau di bawahnya, bahaya kerusakan organ-organ vital meningkat," lanjutnya.

Namun, pasien dengan kondisi silent hypoxia tidak merasa dalam kesulitan. Banyak pasien COVID-19 ke rumah sakit dengan saturasi oksigen di angka 80-an persen, tetapi terlihat cukup nyaman dan waspada.

Baca Juga: COVID-19 di Indonesia Diperkirakan Reda 6 Juni

Silent Hypoxia yang Bisa Sebabkan Sesak Napas Parah

silent hypoxia COVID-19-2
Foto: silent hypoxia COVID-19-2 (shutterstock.com)

Foto: Orami Photo Stock

Silent hypoxia, sebagai salah satu gejala COVID-19 tidak tampak berisiko pada awalnya, tetapi kondisi ini dapat menyerang tubuh secara mendadak dan cepat.

Dalam British Journal of Anaesthesia, disebutkan bahwa pasien dengan hipoksia ekstrem menunjukkan bahwa pasien cenderung tenang, kooperatif, dan stabil secara hemodinamik (kekuatan yang harus dikembangkan jantung untuk mempertahankan aliran darah).

Tetapi, selanjutnya dapat terjadi dekompensasi pernapasan mendadak dan cepat. Bentuk dari dekompensasi pernapasan ini seperti sesak napas yang cukup parah.

Menurut Dr. Moss, ada tiga alasan utama orang merasakan kesulitan bernapas. Pertama, karena adanya sesuatu yang menghalangi jalan napas, yang bukan jadi masalah utama dalam kasus COVID-19.

Kedua, karena karbon dioksida menumpuk di dalam darah. Contohnya ketika berolahraga, lebih banyak produksi karbon dioksida terjadi, menyebabkan pernapasan berat untuk menghembuskan semua karbon dioksida tersebut.

"Ketiga, yang penting dalam penyakit pernapasan, adalah penurunan kepatuhan paru (lung compliance). Kepatuhan paru mengacu pada ukuran kemampuan paru untuk meregang dan mengembang ketika bernapas," kata Dr. Moss.

Itu dia Moms, penjelasan tentang silent hypoxia yang menjadi gejala baru dari pasien COVID-19 dan cukup mengkhawatirkan.

Baca Juga: 10 Mitos dan Fakta Tentang Virus Corona yang Harus Moms Ketahui

Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.


FOLLOW US

facebook
twitter
instagram
spotify
tiktok

Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan

Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.